Jumat, 08 Juni 2012

Dasar-dasar IPS

 PENDAHULUAN

Mungkin sebutan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) hingga kini masih banyak yang dipahami berbeda-beda antara para pakar pendidikan dan pakar ilmu – ilmu sosial. Meskipun istilah IPS yang diterjemahkan dari bahasa aslinya “social studies” ini telah lahir jauh pada awal abad 19 di Amerika serikat dan  telah berkembang di negara–negara Eropa lainnya termasuk Australia, bahkan, sekarang ini di seluruh negara di dunia telah menggunakan istilah ini (social studies) sebagai program pendidikan atau pembelajaran di sekolah. Istilah IPS atau social studies itu tidak sama persis dengan Ilmu sosial atau ilmu-ilmu sosial (social sciences). Kalau social sciences itu suatu ilmu yang wilayah kajiannnya secara disipliner mengembangkan konsep akademik yang berkaitan dengan ilmu sosial itu sendiri, dan biasanya fakultas pengembangnya adalah FISIP. Sedangkan social studies merupakan aplikasi kajian ilmu-ilmu sosial untuk program pendidikan, dan fakultas pengembangnya adalah FPIPS atau Jurusan Pendidikan IPS di FKIPdan STKIP atau IKIP.
Perbedaan pemahaman ini dapat dimengerti karena lahirnya IPS di Indonesia secara definitif masih tergolong muda, yaitu sejak diberlakukannya kurikulum pendidikan 1975, walaupun sebelum itu telah sering digunakan secara berganti-ganti istilah, seperti; pendidikan ilmu sosial atau pengetahuan sosial  seperti; ilmu bumi (geografi), sejarah, civics, ekonomi, sosiologi. Akan tetapi sebagai program pendidikan di sekolah  hal tersebut dianggap terlalu spesifik dan terlalu berat untuk peserta didik di tingkat sekolah, dan pertimbangan lain karena keterbatasan waktu/ jam efektif belajar di tingkat sekolah, maka untuk program pendidikan tersebut dilakukanlah reduksi atau penyederhanaan tentang ruang lingkup kajian ilmu sosial sesuai dengan kebutuhan siswa sekolah dasar (SD) hingga sekolah lanjutan (SMA). Sementara itu, di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) IPS diberikan dalam kerangka mempersiapkan calon guru di sekolah.
Pendidikan ilmu-ilmu sosial di sekolah dalam perkembangannya beberapa kali mengalami perubahan istilah seperti;  pengetahuan umum, pendidikan kemasyarakatan, pendidikan kewarganegaraan, pendidikan ilmu sosial, pengetahuan sosial, dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dsb. yang pada waktu itu dianggap telah mewakili program pendidikan ilmu-ilmu sosial untuk keperluan di sekolah.
Perkembangan pendidikan IPS atau social studies di negara-negara Eropa dan Amerika hingga sekarang ini masih menjadi program pendidikan yang dianggap paling bergengsi dan sangat penting. Mengingat bangsa  barat sangat sangat peka dan peduli terhadap masalah-masalah sosial. Mereka sangat menghargai masalah sosial karena terkait langsung dengan kehidupan manusia seperti halnya masalah demokrasi dan hak azasi manusia. Akan tetapi bukan berarti bahwa pengetahuan lainnya kurang penting. Pendidikan IPS lahir sebagai suatu kebutuhan akan pengetahuan sosial bagi peserta didik dalam rangka memahami masalah-masalah sosial di lingkungan kehidupannya di masyarakat, dan berbagai peristiwa alam yang berkaitan dengan kehidupan manusia  seperti adanya pencemaran, bahaya nuklir, persaingan, peperangan/ konflik, berbagai akibat bencana alam, kelaparan dsb.
Manusia dalam kehidupannya, sebagai makhluk sosial baik secara individu maupun kelompok tidak bisa lepas dari interaksi dengan lingkungannya, baik sesama manusia maupun lingkungan alamnya. Corak hubungan antara manusia dengan lingkungannya mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan peradaban manusia. Perubahan dan perkembangan ini juga yang membuat manusia dalam kehidupannya dihadapkan pada berbagai persoalan sosial.
Persoalan –persoalan kehidupan manusia dilihat dari sisi sosial kian hari makin banyak, dan semakin komplek. Bahkan akhir-akhir ini dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dunia, dan semakin terbatasnya sumber-sumber penghidupan manusia, membuat kehidupan manusia semakin komplek, kompetetif, dan menjadi tidak menentu (uncertanty).  Tidak hanya keterbatasan manusia secara fisik, karena kepadatan penduduk, tetapi juga persaingan hidup yang secara sosial semakin sulit. Akibatnya, pendekatan keilmuan tertentu tidak mungkin lagi untuk mengatasi persoalan-persoalan kehidupan manusia yang terjadi, baik secara lokal, nasional, maupun global. Persoalan krisis ekonomi, sudah tidak lagi mampu diselesaikan oleh para ahli ekonomi, tetapi dibutuhkan ahli ilmu politik, ilmu hukum, ilmu geografi, ahli sejarah, ahli teknologi, ahli informasi dan komunikasi dsb. Demikian halnya krisis politik tidak mungkin lagi diselesaikan oleh para ahli politik, tetapi juga dibutuhkan ahli hukum untuk membantu menyelesaikan sesuai aturan dan perundangan, ahli ekonomi untuk menyelesaikan tentang pemenuhan kebutuhan dan gaji dsb. Sama halnya permasalahan banjir secara geografis, tidak mungkin diselesaikan oleh ahli geografi saja tetapi juga dibutuhkan ahli lainnya seperti ahli ekonomi, ahli sejarah, ahli politik, ahli hukum dsb, duduk bersama memecahkan persoalan yang saling terkait satu sama lainnnya.
Pembangunan generasi muda untuk menghadapi masa depan yang makin sulit dan kompetitif serta peka terhadap masalah sosial dalam kehidupannya perlu program pendidikan terintegrasi. Dewasa ini program pendidikan terintegrasi menjadi kebutuhan yang sangat mendesak karena anak muda sekarang ini mulai dihadapkan pada kehidupan yang kompleks. Pendidikan tidak bisa disajikan secara terpisah dan disipliner karena ilmu dan pengetahuan seseorang pada dasarnya merupakan akumulasi dari pengalaman hidupnya yang holistik. Apalagi bagi anak sekolah yang sedang tumbuh dan berkembang secara fisik, sosial, psikologis, bagi siswa usia SD – SMA dibutuhkan pengetahuan yang sesuai dengan tingkat perkembangannya, yaitu bentuk pengetahuan mulai dari yang sederhana (simpel) sampai yang makin komplek yang disajikan dalam pelajaran-pelajaran di sekolah. Karena tidak  mungkin pelajaran di tingkat sekolah disajikan secara disipliner, mengingat usia sekolah bukan menjadikan tenaga ahli, tetapi lebih pada pembekalan pengetahuan untuk siap terjun di masyarakat dan persiapan lanjut sekolah yang lebih tinggi.
Pendidikan di tingkat sekolah juga tidak hanya membekali sekedar pengetahuan secara keilmuan, tetapi juga pemaknaan dan aplikasinya atas pengetahuan yang diperoleh dalam kehidupannya sehari-hari. Pendidikan juga harus membekali nilai-nilai, sikap, dan ketrampilan atas pengetahuan itu. Seperti yang telah disinyalir bahwa pendidikan kita seringkali hanya sebatas transfer ilmu dan tidak membangun karakter anak didik. Siswa tidak diberi kesempatan untuk merefleksikan dan memposisikan dirinya dalam sistem pendidikan tetapi semata-mata untuk kepentingan dunia kerja. Kegiatan refleksi yang di dalam pendidikan itu sangat penting, kini telah kehilangan tempat, karena pendidikan kita seringkali hanya berupa transfer ilmu…kurikulum berdasarkan kompetensi juga tidak mengarah ke sana (pembentukan karakter) dan masih berbasis disiplin ilmu... (Pikiran Rakyat,  29 Nopember  2002:20).
Sementara itu, program pendidikan tingkat sekolah untuk membekali pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap, serta kemampuan berfikir kritis dan kreatif dalam rangka mengambil keputusan, dibutuhkan program pendidikan terpadu, di antaranya pendidikan IPS (social studies). Melalui pendidikan IPS di sekolah diharapkan dapat membekali pengetahuan dan wawasan tentang konsep dasar ilmu sosial dan humaniora, memiliki kepekaan dan kesadaran terhadap masalah sosial di lingkungannnya serta mampu memecahkan masalah sosial dengan baik, yang pada akhirnya siswa yang belajar IPS dapat terbina menjadi warga negara yang baik dan bertanggungjawab. Program pendidikan IPS (social studies) pada hakekatnya merupakan program pendidikan masalah-masalah sosial di tingkat sekolah, mulai dari tingkat SD sampai dengan tingkat SMA, dan LPTK (lembaga pendidikan tenaga kependidikan) yang mempersiapkan tenaga guru di sekolah.
Pendidikan IPS sebagai salah satu komponen programatik di dalam kurikulum sekolah, sesungguhnya banyak diharapkan untuk mendukung tercapainya tujuan ideal pendidikan. Karena seperti dikemukakan oleh NCSS (1979:x), bahwa tidak ada satupun cabang kurikulum sekolah yang lebih sentral dari pada P-IPS. Sejarah dan pertumbuhan penting dari P-IPS semenjak abad lampau merupakan sebuah catatan yang sangat membanggakan, serta memberikan suatu keyakinan bahwa P-IPS hingga kini tetap sangat dibutuhkan bagi anak. Stanley (1985:7) di dalam mengantar buletin NCSS no. 75 berjudul Review of Research in Social Studies Education 1976-1983”, juga berpandangan bahwa “sungguhpun semua matapelajaran di sekolah bernilai atau berharga bagi anak, akan tetapi tidak ada yang lebih mendasar dan lebih penting daripada pendidikan IPS”.
Pendidikan IPS di sekolah adalah merupakan mata pelajaran atau bidang kajian yang mendudukan konsep dasar berbagai ilmu sosial yang disusun melalui pendekatan pendidikan dan pertimbangan psikologis, serta kebermaknaannya bagi siswa dalam kehidupannnya mulai dari tingkat SD sampai dengan SMA, atau membekali dan mempersiapkan peserta didik untuk dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, khususnya dalam bidang ilmu sosial di perguruan tinggi.  Pendidikan IPS (social studies) bukanlah suatu program pendidikan disiplin ilmu tetapi adalah suatu kajian tentang masalah-masalah sosial yang dikemas sedemikian rupa dengan mempertimbangkan faktor psikologis perkembangan peserta didik dan  beban waktu kurikuler untuk program pendidikan.
Perlu diketahui bahwa program pendidikan di tingkat sekolah tidak harus merupakan program pendidikan disiplin ilmu (disipliner), tetapi dapat secara interdisiplin, hal ini mengingat pendidikan di tingkat sekolah adalah mempersiapkan siswa untuk terjun di masyarakat atau melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. Untuk itu, program pendidikan IPS disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik di tingkat sekolah dan hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri yang tidak berdiri sendiri (saling terkait), serta keterbatasan kurikulum/waktu di tingkat sekolah atau disesuaikan kepentingan politik suatu bangsa. Untuk itu, program pendidikan di tingkat sekolah tidak dalam bentuk disiplin ilmu atau bidang studi tetapi mata pelajaran, dan pada pendidikan yang lebih tinggi menjadi rumpun jurusan atau program studi. Oleh karena itu, pendidikan IPS di sekolah harus memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik dan kebutuhan siswa dari tingkat SD s/d SMA yang masih bersifat holistik dan integrated. Di samping itu  bahwa keterbatasan waktu secara kurikuler juga tidak memungkinkan semua disiplin ilmu di ajarkan di tingkat sekolah.
Pendidikan IPS di sekolah diajarkan mulai tingkat SD s/d SMA/SMK. Program pembelajaran IPS dilakukan secara terpadu, mulai dari terpadu penuh hingga semi terpadu (interkoneksi), dan parsial (terpisah).  Makin tinggi tingkat pendidikannya makin longgar keterpaduannya, hal ini sesuai dengan hakekat perkembangan psikologis manusia dari yang bersifat holistik hingga spesifik. Pendidikan terpadu, yaitu dilakukan dengan mengkaitkan bahan, kompetensi, dan kajiannya baik secara interdisipliner, antar disipliner, maupun mereduksi disiplin ilmu-ilmu sosial sebagai program pendidikan di tingkat sekolah.
Di berbagai negara maju social studies merupakan program pendidikan yang sangat digemari oleh mahasiswa dan murid-murid di sekolah, karena melalui social studies dapat belajar tentang masyarakat dan budaya lain, demokrasi, hak azasi, lokasi, perubahan sosial, transaksi/ perdagangan, transportasi, komunikasi, interaksi, konflik dan berbagai peristiwa  yang terjadi di muka bumi. Di samping itu melalui social studies dapat belajar tentang ethics, value, serta berbagai kemampuan berpikir kritis, kreatif, reflektif dan mampu mengambil keputusan dengan tepat (decission making). Pendidikan IPS bukan hanya mengajarkan pengetahuan sosial secara konsep keilmuan, tetapi juga makna dari konsep konsep ilmu sosial dan kemaslahatan kehidupan manusia serta berbagai kemampuan yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannnya, jadi pendidikan IPS lebih menekankan pada pendidikan sesama (horisontal). Oleh karenanya, program pendidikan IPS banyak dikembangkan pada fakultas keguruan dan ilmu pendidikan (FKIP), IKIP, STKIP, LPTK lainnya.
Lain halnya dengan social sciences (ilmu-ilmu sosial) yang lebih menekankan pada program pengembangan pendidikan disiplin ilmu sosial. Program ini banyak dikembangkan di perguruan tinggi yang secara fakultatif mengembangkan keilmuan disipliner tentang ilmu-ilmu sosial, Pesan yang disampaikan melalui social science adalah menjadikan ahli dalam bidang disiplin ilmu sosial, bukan sebagai guru ilmu pengetahuan sosial. Untuk di perguruan tinggi bidang kajian sosial muncul dalam disiplin ilmu –ilmu sosial dan jurusan atau program studi ilmu sosial yang tergabung dalam fakultas seperti FISIP, FH, FE. Pengembangan ilmu-ilmu sosial secara disipliner pada fakultas tersebut merupakan pengembanmgan keilmuan secara mendalam (vertikal), yaitu untuk pengembangan keilmuan itu sendiri,, bukan untuk kepentingan khalayak atau program pendidikan.
Itulah sebabnya pendidikan IPS tidak bisa lepas dari ilmu-ilmu sosial yang mendasarinya dan telah berkembang dengan pesat, terutama ilmu-ilmu yang berkaitan dengan masalah kehidupan manusia atau humaniora dan budaya. Di antara cabang-cabang ilmu sosial yang berkembang adalah:
  • Antropologi, yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu
  • Ekonomi, yang mempelajari produksi dan pembagian kekayaan dalam masyarakat
  • Geografi, yang mempelajari lokasi dan variasi keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi
  • Hukum, yang mempelajari sistem aturan yang telah dilembagakan
  • Linguistik, yang mempelajari aspek kognitif dan sosial dari bahasa
  • Pendidikan, yang mempelajari masalah yang berkaitan dengan belajar, pembelajaran, serta pembentukan karakter dan moral
  • Politik, yang mempelajari pemerintahan sekelompok manusia (termasuk negara)
  • Psikologi, yang mempelajari tingkah laku dan proses mental
  • Sejarah, yang mempelajari masa lalu yang berhubungan dengan umat manusia
  • Sosiologi, yang mempelajari masyarakat dan hubungan antar manusia di dalamnya
Seiring dengan kebutuhan program pendidikan yang membahas masalah-masalah sosial untuk kepentingan atau tujuan pendidikan di sekolah para pakar mengalami kesulitan dalam mengemas pengetahuan sosial, mengingat masalah sosial sangat luas dan dinamis. Apalagi jika dikaitkan dengan tujuan atau kepentingan pendidikan rendah seperti pendidikan di SD dan SMP yang secara psikologis anak usia pendidikan dasar tersebut belum bisa berfikir spesifik tetapi masih bersifat holistik, sehingga tidak mungkin untuk pendidikan dasar bisa diajarkan semua bidang ilmu pengetahuan secara spesifik disipliner (terpisah).
Perlu diketahui bahwa program pendidikan di sekolah itu bukan untuk menyiapkan menjadi ahli seperti layaknya di perguruan tinggi, tetapi menyiapkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap serta nilai peserta didik  untuk bisa hidup di masyarakat dan lingkungannnya sesuai dengan kemampuannya, serta menyiapkan pengetahuan dan kemampuan lainnya untuk bisa melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. Lain halnya program pendidikan tinggi (universitas) adalah menyelenggarakan program pendidikan yang mengembangkan keahlian yang secara disipliner menyiapkan tenaga ahli dalam bidang tertentu. Oleh karenanya program pendidikan di sekolah dalam bentuk pelajaran-pelajaran bukan dalam bentuk bidang keilmuan semata, atau tidak mengembangkan program keahlian, tetapi pendidikan di sekolah membekali dasar pengetahuan keilmuan agar dapat dimanfaatkan dalam kehidupannya atau menguasai lingkungan dan dalam rangka mempersiapkan belajar lebih tinggi.
Sebagai program pendidikan di sekolah, IPS merupakan sejumlah pengetahuan sosial yang disajikan dengan mempertimbangkan psikologi anak, dan dikelola/ dikemas sedemikian rupa sesuai tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga mereka dapat berkembang secara sehat dan cerdas menuju kesempurnaan hidupnya ke arah lebih baik. Oleh karenya IPS sebagai program pendidikan di sekolah seperti halnya program pendidikan lainnya seperti pendidikan IPA, pendidikan Matematika, pendidikan Bahasa dsb. Dalam hal ini, tidak perlu mengembangkan keilmuan secara disipliner dan mendasar, tetapi membekali pengetahuan atau kompetensi tentang suatu ilmu agar dapat hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan. Jadi di sini sifatnya memberikan kail atau bekal kompetensi untuk dapat hidup dan memperoleh penghidupan yang layak serta mendapatkan pengetahuan untuk memngembangkan kemampuan akademik yang lebih tinggi.


II . FILSAFAT PENDIDIKAN  IPS

Filsafat adalah pengetahuan yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan manusia secara kritis. Filsafat disebut juga ilmu pengetahuan yang mencari hakekat dari berbagai fenomena kehidupan manusia. Filsafat merupakan pengetahuan metodis, sistematis dan koheren tentang seluruh kenyataan (realitas). Filsafat juga merupakan refleksi rasional (fikir) atas keseluruhan realitas untuk mencapai hakikat (= kebenaran) dan memperoleh hikmat (= kebijaksanaan).
Sejarah filsafat Yunani mencatat, bahwa filsafat mencakup seluruh bidang ilmu pengetahuan. Lambat laun banyak ilmu-ilmu khusus yang  berkembang dan melepaskan diri dari filsafat. Meskipun demikian, filsafat dan ilmu pengetahuan masih memiliki hubungan dekat. Sebab baik filsafat maupun ilmu pengetahuan sama-sama pengetahuan yang metodis, sistematis, koheren dan mempunyai obyek material dan formal. Namun yang membedakan di antara keduanya adalah: filsafat mempelajari seluruh realitas, sedangkan ilmu pengetahuan hanya mempelajari satu realitas atau bidang tertentu. Semua pengetahuan pada mulanya merupakan satu kesatuan dan belum terbagi-bagi atau terspesialisasi seperti sekarang. Yang dikenal pada masa itu hanyalah filsafat, yaitu filsafat alam dan filsafat sosial.
Filsafat adalah induk semua ilmu pengetahuan. Dia memberi sumbangan dan peran sebagai induk yang melahirkan dan membantu mengembangkan ilmu pengetahuan hingga ilmu pengetahuan itu dapat hidup dan berkembang. Filsafat membantu ilmu pengetahuan untuk bersikap rasional dalam mempertanggungjawabkan ilmunya. Pertanggungjawaban secara rasional di sini berarti bahwa setiap langkah langkah harus terbuka terhadap segala pertanyaan dan sangkalan dan harus dipertahankan secara argumentatif, yaitu dengan argumen-argumen yang objektif (dapat dimengerti secara intersubjektif).
Dari filsafat itulah kemudian orang mengembangkan berbagai macam ilmu pengetahuan sesuai dengan spesifikasi dan kelompok pengetahuan, serta kebutuhan manusia pada waktu itu. Filsafat alam melahirkan ilmu-ilmu alamiah, dan filsafat sosial melahirkan ilmu-ilmu sosial, kemudian berkembang berbagai cabang ilmu lain sesuai tingkat perkembangan dan kebutuhan manusia. Jadi filsafat berarti membahas tentang kebijaksanaan dalam memahami alam semesta baik menyangkut alam itu sendiri secara fisik maupun manusia secara sosial.  Oleh karenanya cabang filsafat yang paling umum adalah filsafat ilmu alam dan filsafat ilmu sosial / humaniora.
Filsafat dilihat dari fungsi kajiannya dapat dibagi dua bagian yakni, filsafat teoritis (mengembangkan teori) dan filsafat praktis (terapan). Filsafat teoritis mencakup: (1) ilmu pengetahuan alam, seperti: fisika, biologi, ilmu pertambangan dan astronomi; (2) ilmu eksakta dan matematika; (3) ilmu tentang ketuhanan dan methafisika. Sedangkan filsafat praktis mencakup: (1) norma-norma (akhlak); (2) urusan rumah tangga; (3) sosial dan politik, termasuk pendidikan
Kajian filsafat yang lebih spesifik membahas tentang masalah alam maupun sosial secara epistemologis merupakan filsafat pengetahuan, yaitu yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Ilmu alam memiliki ciri-ciri ke alaman, sedang ilmu sosial memiliki ciri-ciri sosial atau berhubungan dengan kehidupan manusia di muka bumi.
Filsafat alam dan filsafat sosial secara akademik dapat dikategorikan sebagai filsafat ilmu (filsafat yang mengembangkan keilmuan), tetapi bisa juga dikategorikan sebagai filsafat praktis. Ke duanya berfungsi bagi umat manusia dalam kerangka memerangi masalah atau membantu pemecahan masalah kehidupan manusia, baik yang menyangkut masalah fisik alamiah, maupun sosial kemanusiaan (humanities). Dikatakan sebagai naskah akademik karena memenuhi syarat sebagai filsafat ilmu dan filsafat pengetahuan, yaitu di antaranya  memiliki kawasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis, serta memiliki warga atau kelompok  yang berkecimpung bidang tersebut.
Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, dan lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan. Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui filsafat pendidikan. Seorang guru perlu memahami filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan individu maupun masyarakat yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan . Tujuan pendidikan perlu dipahami dalam hubungannya dengan tujuan hidup. Guru sebagai pribadi mempunyai tujuan hidup, dan guru sebagai warga masyarakat juga mempunyai tujuan hidup bersama. Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik (guru). Hal tersebut akan mewarnai sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar (PBM). Selain itu pemahaman filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan spekulatif, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.
Pendidikan dikatakan sebagai filsafat praktis karena memang secara praktikal masuk dalam kawasan pendidikan atau pendidikan bidang studi tertentu  sebagai synthesa dari ilmu pendidikan dan bidang studi lainnya. Misalnya, pendidikan IPA maupun IPS di tingkat sekolah juga secara filsafati dapat diterima oleh umum, yaitu memiliki batasan atau pengertian, memiliki tujuan , memiliki manfaat, dan adanya kelompok pakar yang memiliki komitmen dan konsern tentang praktik tersebut. Sehingga secara filsafat praktis juga memiliki kawasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis, serta kelompok masyarakat yang memiliki komitmen yang sama dalam bidang tersebut yaitu para guru atau pendidik lainnya termasuk dosen.
Pengetahuan alam maupun pengetahuan sosial selanjutnya mengalami perkembangan masing-masing dan membentuk cabang, ranting ilmu dan pengetahuan sesuai dengan objeknya masing-masing. Ada yang tetap konsisten mengembangkan ilmu pengetahuan murni (pure science), dan ada juga yang mengembangkan terapan suatu pengetahuan (applied science). Di antara filsafat terapan yang berkembang dengan pesat adalah filsafat pendidikan, dan filsafat teknik. Filsafat pendidikan juga mengalami perkembangan sesuai dengan bidang, materi kajiannya. Ada filsafat ilmu pendidikan itu sendiri, dan ada juga filsafat pendidikan bidang tertentu, seperti filsafat pendidikan IPA, filsafat pendidikan Bahasa, filsafat pendidikan IPS, filsafat pendidikan Matematika dsb.
Filsafat pendidikan adalah ilmu yang menyelidiki hakikat pelaksanaan pendidikan yang bersangkut paut dengan tujuan, latar belakang, cara dan hasilnya, serta hakikat ilmu pendidikan, yang berhubungan dengan analisis kritis terhadap struktur dan kegunaan pendidikan itu sendiri
Filsafat pendidikan secara garis besarnya bukanlah filsafat umum atau filsafat murni tetapi merupakan filsafat khusus atau filsafat terapan. Apabila dilihat dari sudut karakteristik objeknya, filsafat dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu(1) Filsafat umum atau filsafat murni,dan (2) filsafat khusus atau filsafat terapan. Filsafat umum mempunyai objek :
a)      Hakikat kenyataan segala sesuatu (metafisika) yang termasuk didalamnya, hakikat kenyataan secara keseluruhan (Ontologi), Kenyataan tentang alam atau kosmos (Kosmologi) kenyataan tentang manusia (Humanologi) dan kenyataan tentang tuhan (Teologi)
b)  Hakikat mengetahui kenyataan(Epistemologi)
c) Hakikat menyusun kesimpulan pengetahuan tentang kenyataan (Logika)
d) Hakikat menilai kenyataan (Aksiologi),antara lain tentang hakikat nilai yang berhubungan dengan baik dan jahat (Etika)serta nilai yang berhubungan dengan indah dan buruk (Estetika)
Berbeda dengan filsafat umum yang objeknya adalah kenyataan keseluruhan segala sesuatu, filsafat khusus mempunyai objek kenyataan salah satu aspek kehidupan manusia yang terpenting Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan (Kneller, 1971). Kanzen, meninjau ilmu dari segi morfologis atau bentuk subtansinya,sebagi pengetahuan sistimatis yang dihasilkan dari kegiatan kritis yang tertuju pada penemuan .Ditinjau dari subtansinya atau isinya, ilmu pendidikan merupakan suatu sistim pengetahuan tentang pendidikan yang diperoleh melalui riset dan disajikan dalam bentuk konsep-konsep pendidikan. Dalam arti sempit pendidikan adalah pengaruh yang diupayakan dan rekayasa sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanyaagar mereka mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas social mereka atau pendidikan memperhatikan keterbatasan dalam waktu,tempat,bentuk kegiaatan dan tujuan dalam proses berlangsungnya pendidikan.
Filsafat ilmu pendidikan dibedakan dalam 4 macam,yaitu:
1. Ontology ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat subtansi dan pola organisasi ilmu pendidikan
2. Epistomologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat objek formal dan material ilmu pendidikan
3. Metedologi ilmu pendidikan ,yang membahas tentang hakikat cara-cara kerja dalam menyusun ilmu pendidikan
4. Aksiologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat nilai kegunaan teoritis dan praktis ilmu pendidikan
Filsafat pendidikan yang mengembangkan bidang studi tertentu untuk tujuan pendidikan dikenal dengan syntectic discipline. Seperti pendidikan IPS, Pendidikan Bahasa, Pendidikan IPA, Pendidikan matematika merupakan syntectic discipline (sintesa) antara ilmu pendidikan dengan ilmu yang lain (bidang studi IPS, IPA, Bahasa, Matematika dsb). Jadi program pendidikan sintesa yang banyak dikembangkan LPTK, seperti pendidikan IPS ataupun pendidikan bidang studi lainnya yang berada pada rumpun Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP,STKIP, IKIP) harus mengandung unsur pendidikan dan unsur bidang studi tertentu. Oleh karenanya jurusan, program studi, dan kompetensi lulusan tertentu di LPTK (FKIP, IKIP,STKIP) harus mengandung unsur pendidikan dan bidang studi tertentu.
Inilah yang membedakan antara filsafat ilmu pengetahuan murni dengan filsafat ilmu terapan pendidikan. Filsafat ilmu pengetahuan murni banyak dikembangkan oleh fakultas ilmu-ilmu murni seperti FISIP, FH, FE, sementara filsafat terapan pendidikan banyak dikembangkan atau dimanfaatkan pada LPTK (FKIP,IKIP,STKIP). Akan tetapi dalam rangka pengembangan pendidikan sintesa filsafat ilmu juga butuhkan atau dikenalkan bagi mahasiswa calon guru atau pendidik di lingkungan LPTK tsb.
Ilmu pengetahuan murni (pure science) terutama bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan itu sendiri secara abstrak (teori) atau vertikal atau penyempurnaan ilmu itu sendiri, yaitu untuk mempertinggi mutu atau kualitas ilmu itu. Sedangkan ilmu pengetahuan terapan (applied science) atau praktik bertujuan untuk mempergunakan dan menerapkan ilmu pengetahuan tersebut di dalam masyarakat (kepentingan khalayak secara hirisontal), yaitu membantu masyarakat di dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya. Selain itu juga dapat dibedakan antara ilmu yang teoritis-rasional (misalnya dogmatik hukum), maka cara berfikir yang dominan adalah deduktif dengan mempergunakan silogisme. Cara berfikir deduktif-induktif atau induktif-deduktif banyak digunakan di dalam ilmu-ilmu teorits-empiris, seperti sosiologi. Di dalam ilmu-ilmu yang empiris praktis, seperti pekerjaan sosial, atau kesejahteraan sosial (sosiatri), dan pendidikan IPS lebih banyak digunakan cara berfikir induktif, yaitu berfikir reflektif dari praktek-praktek pengalamannya dalam mengajar atau layanan sosial lainnya.
Memperhatikan hal tersebut, maka pendidikan IPS lebih tepat masuk dalam kawasan filsafat terapan yang banyak membahas tentang peran praktik pendidikan IPS untuk khalayak, ketimbang kajian ilmiah akademik untuk pengembangan keilmuan. Kawasan dan lingkup kajian filsafat social studies (pendidikan IPS), baik sebagai bidang kajian ilmiah (akademik) maupun sebagai bidang kajian praktik pendidikan berkembang sesuai dengan pemahaman dan latar belakang keahliannya masing-masing. Munculnya dua paham tentang pendidikan IPS ini merupakan suatu hal yang sangat lumrah, karena pemahaman seseorang atau kelompok masyarakat tertentu tentang ilmu dan pengetahuan sangat diwarnai oleh latar belakang dan lingkungan yang membentuk manusia itu sendiri. Kenyataan ini terjadi pada kajian atau ilmu apapun, sebagai contoh suatu ilmu tertentu memiliki batasan dan pengertian yang beraneka ragam antara orang satu atau kelompok masyarakat tertentu dengan lainnya. Persepsi seseorang terhadap suatu ilmu dan pengetahuan tertentu sangat mewarnai paham dan kepentingan mereka terhadap suatu ilmu dan pengetahuan itu sendiri.

  1. Pendidikan IPS di tingkat akademik (sebagai kajian akademik)

Sebagaimana telah disinggung pada bagian muka, pembahasan alam semesta, yang secara keilmuan atau pengetahuan secara akademik banyak di bahas di tingkat perguruan tinggi, atau para ilmuwan. Masalah filsafat, juga sangat erat kaitannya dengan apa yang dibicarakan oleh para ilmuwan tentang metode ilmiah dalam rangka mencari kebenaran. Contohnya, Filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Dengan demikian, filsafat ilmu sangatlah penting peranannya bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Tentu juga, filsafat ilmu sangat bermanfaat bagi manusia untuk menjalani berbagai aspek kehidupan. Filsafat ilmu sangat penting peranannya terhadap penalaran manusia untuk membangun ilmu. Sebab, filsafat ilmu akan menyelidiki, menggali, dan menelusuri sedalam, sejauh, dan seluas mungkin semua hakikat ilmu. Dalam hal ini, kita bisa mendapatkan gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan akar dari semua ilmu dan pengetahuan.

Fungsi filsafat ilmu

  • Alat untuk menelusuri kebenaran segala hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah.
  • Memberikan pengertian tentang cara hidup dan pandangan hidup.
  • Panduan tentang ajaran moral dan etika.
  • Sumber ilham dan panduan untuk menjalani berbagai aspek kehidupan.
  • Sarana untuk mempertahankan, mendukung, menyerang atau juga tidak memihak terhadap pandangan filsafat lainnya.
IPS sebagai kajian akademik merupakan bagian dari kegiatan belajar di tingkat perguruan tinggi. Yaitu belajar tentang bagaimana membelajarkan IPS sebagai bidang kajian dan rumpun ilmu sosial untuk kepentingan pendidikan tingkat sekolah dengan baik dan benar. Sehingga porsi dan proporsi ilmu pendidikan dan ilmu sosial secara kurikuler sesuai dengan kebutuhan dan setingkat lebih tinggi dari pendidikan di tingkat sekolah. Artinya bahwa pengembangan pendidikan dan pengembangan keilmuan bersinergi (sintesa) untuk kepentingan pendidikan. Filsafat pendidikan ilmu penegetahuan sosial (IPS) pada dasarnya tidak berbeda dengan filsafat filsafat ilmu pendidikan lainnya, karena filsafat pendidikan IPS juga merupakan filsafat praktik pendidikan, yaitu praktik tentang pendidikan ilmu-ilmu sosial agar para peserta didik mampu memahami masalah-masalah sosial dan dapat mengatasinya serta mengambil keputusan yang tepat terhadap masalah yang dihadapi dalam kehidupannya.
Suatu ilmu pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu jika memenuhi syarat-syarat sebagai ilmu ataupun pengetahuan. Salah satu syarat ilmu pengetahuan adalah adanya identitas atau konsentrasi kajian yang bersifat khas dari kelompok lainnya dan adanya kelompok masyarakat yang memiliki kepedulian yang sama untuk  mengembangkan bidang-bidang yang menjadi komitmennya. Menurut Ernest van den Haag (Harsojo, 1977), mengemukakan ciri-ciri ilmu, yaitu :1. Bersifat rasional, karena hasil dari proses berpikir dengan menggunakan akal (rasio). 2. Bersifat empiris, karena ilmu diperoleh dari dan sekitar pengalaman oleh panca indera. 3. Bersifat umum, hasil ilmu dapat dipergunakan oleh manusia tanpa terkecuali. 4. Bersifat akumulatif, hasil ilmu dapat dipergunakan untuk dijadikan objek penelitian selanjutnya. Dufty (1986) mengemukakan karakteristik disiplin ilmu dan biasanya memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
  1. a community of sholars
  2. a body of thinking, speaking, writing by these sholars
  3. a method of approach to knowledge
Gardner (1975), membedakan selain disiplin dalam arti community of scholars perlu ada subtantive structure. Substantive structure merupakan kumpulan gagasan yang saling terkait yang memandu penelitian dalam sebuah disiplin. Jaringan yang saling terkait meliputi teori, hukum, konsep yang digunakan peneliti untuk memecahkan masalah. Sedangkan syuntectical structure terkait dengan metode atau cara pembentukan konsep substansi yang baru.
Ilmu pengetahuan sosial (IPS) sebagai kajian akademik merupakan perkembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan bidang praktik pendidikan. Komitmen kelompok masyarakat yang ingin mengembangkan pengetahuan sosial dan humaniora yang dikemas secara psikologis untuk tujuan pendidikan, melahirkan IPS. Jadi IPS di sini merupakan sinthesa kajian pendidikan dan kajian sosial serta humaniora untuk program pendidikan di tingkat sekolah. IPS bukanlah mengembangkan keilmuan sosial sebagaimana yang dilakukan oleh para ahli ilmu –ilmu sosial tetapi lebih pada bagaimana membelajarkan IPS baik secara terpadu penuh (untuk SD dan SMP), maupun semi terpadu (untuk tingkat SMA) atau saling memperhatikan keterhubungannya antar ilmu sosial. Oleh karenanya IPS lebih pada tataran praktik pendidikan ilmu-ilmu sosial baik secara menyeluruh-sederhana-terpadu (holistik-terpadu/ integrated) maupun secara terpisah berhubungan (interdisiplin /crossdiscipline) untuk tujuan pendidikan di tingkat sekolah. Holistik-terpadu tepat untuk tingkat pendidikan SD dan SMP, sementara inter/crossdiscipline, terpisah  lebih tepat untuk tingkat pendidikan SMA.
IPS sebagai pendidikan disiplin ilmu dengan identitas bidang kajian eklektik yang dinamakan “an integrated system of knowledge”, synthetic discipline, multidimensional, dan kajian konseptual sistemik”merupakan kajian baru yang berbeda dari kajian monodisiplin atau disiplin ilmu tertentu. Pemikiran tentang IPS sebagai kajian akademik (disiplin ilmu) oleh banyak ahli tentang semakin banyak dan kompleksnya permasalahan sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta ketidakmenentuan masa depan (sulit diprediksi), sehingga dibutuhkan suatu pendekatan pengetahuan terpadu (integrated approach). Tidak ada suatu disiplin ilmu tertentu dewasa ini yang mampu menyelesaikan masalah dalam kehidupan manusia.
Gagasan tentang IPS sebagai kajian akademik yang multidisiplin (integrated), pertama kali dilontarkan oleh Nu’man sumantri (Pakar IPS Universitas Pendidikan Indonesia yang pertama di Indonesia). Gagasan tentang pendidikan IPS ini membawa implikasi bahwa IPS memiliki kekhasan dibandingkan dengan pendidikan disiplin ilmu lain, yakni kajian bersifat terpadu (integrated) pemecahan  masalah yang menyeluruh), interdiscipliner (memahami ilmu lain), multidimensional (kompleks), dan bahkan cross discipline (bantuan atau pembanding ilmu lain).
Soemantri (2001) Memberikan definisi IPS sebagai pendidikan disiplin ilmu dan pendidikan disiplin ilmu sosial sebagai berikut:
Pendidikan disiplin ilmu adalah suatu batang tubuh disiplin yang menyeleksi konsep, generalisasi, dan teori dari struktur disiplin ilmu tertentu dan disiplin ilmu pendidikan yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah-psikologis untuk tujuan pendidikan.
Pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial adalah seleksi dari struktur disiplin akademik ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah-psikologis untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan pancasila dan UU Sisdiknas.

  1. Pendidikan IPS di tingkat praktik (sebagai mata pelajaran di sekolah)
Ilmu Pengetahuan Sosial, biasa disingkat IPS, adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan penelitian dengan cakupan yang luas dalam berbagai lapangan meliputi perilaku dan interaksi manusia di masa kini dan masa lalu. IPS tidak memusatkan diri pada satu topik secara mendalam melainkan memberikan tinjauan yang luas terhadap masyarakat. Karena sifatnya yang berupa penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial, di Indonesia IPS dijadikan sebagai mata pelajaran untuk siswa sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah tingkat pertama (SMP/SLTP). Sedangkan untuk tingkat di atasnya, mulai dari sekolah menengah tingkat atas (SMA/SMU) dan perguruan tinggi, ilmu pengetahuan sosial dipelajari berdasarkan cabang-cabang dalam ilmu tersebut khususnya jurusan atau fakultas yang memfokuskan diri dalam mempelajari hal tersebut. Oleh karena itu, Ilmu pengetahuan sosial (IPS) secara umum mempelajari berbagai bidang ilmu seperti:
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai program pendidikan yang memuat konsep, generalisasi dan teori dari ilmu-ilmu sosial yang diberikan di tingkat sekolah, Ujudnya bisa dalam bentuk program mata pelajaran tersendiri atau dalam bentuk program kelembagaan atau rumpun bidang kajian ilmu-ilmu sosial, yaitu dalam bentuk fakultas,  jurusan atau program studi. Sebagai mata pelajaran karena merupakan bentuk penyederhanaan konsep sosial untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah. Sementara itu, dalam bentuk jurusan atau program sebagai wadah atau rumpun pendidikan ilmu-ilmu sosial yang biasanya untuk tingkat yang lebih tinggi (SMA dan LPTK). Hal ini dimaksudkan agar pemahaman tentang masalah sosial tetap dalam koridor pengetahuan sosial yang saling menunjang dan memiliki sinergisitas yang baik dalam membentuk pengetahuan sosial. Sehingga, untuk siswa pendidikan dasar (SD dan SMP) dan pendidikan menengah (SMA) dan tingkat LPTK  di dalam memahami IPS sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengalaman peserta didik. Mulai dari pendidikan dasar yang memuat pengetahuan sosial yang sederhana tapi menyeluruh (simple dan holistic) hingga tingkat pendidikan menengah dan LPTK yang memuat pengetahuan sosial yang semakin spesifik, mendalam dan luas.


II . FILSAFAT PENDIDIKAN  IPS

Filsafat adalah pengetahuan yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan manusia secara kritis. Filsafat disebut juga ilmu pengetahuan yang mencari hakekat dari berbagai fenomena kehidupan manusia. Filsafat merupakan pengetahuan metodis, sistematis dan koheren tentang seluruh kenyataan (realitas). Filsafat juga merupakan refleksi rasional (fikir) atas keseluruhan realitas untuk mencapai hakikat (= kebenaran) dan memperoleh hikmat (= kebijaksanaan).
Sejarah filsafat Yunani mencatat, bahwa filsafat mencakup seluruh bidang ilmu pengetahuan. Lambat laun banyak ilmu-ilmu khusus yang  berkembang dan melepaskan diri dari filsafat. Meskipun demikian, filsafat dan ilmu pengetahuan masih memiliki hubungan dekat. Sebab baik filsafat maupun ilmu pengetahuan sama-sama pengetahuan yang metodis, sistematis, koheren dan mempunyai obyek material dan formal. Namun yang membedakan di antara keduanya adalah: filsafat mempelajari seluruh realitas, sedangkan ilmu pengetahuan hanya mempelajari satu realitas atau bidang tertentu. Semua pengetahuan pada mulanya merupakan satu kesatuan dan belum terbagi-bagi atau terspesialisasi seperti sekarang. Yang dikenal pada masa itu hanyalah filsafat, yaitu filsafat alam dan filsafat sosial.
Filsafat adalah induk semua ilmu pengetahuan. Dia memberi sumbangan dan peran sebagai induk yang melahirkan dan membantu mengembangkan ilmu pengetahuan hingga ilmu pengetahuan itu dapat hidup dan berkembang. Filsafat membantu ilmu pengetahuan untuk bersikap rasional dalam mempertanggungjawabkan ilmunya. Pertanggungjawaban secara rasional di sini berarti bahwa setiap langkah langkah harus terbuka terhadap segala pertanyaan dan sangkalan dan harus dipertahankan secara argumentatif, yaitu dengan argumen-argumen yang objektif (dapat dimengerti secara intersubjektif).
Dari filsafat itulah kemudian orang mengembangkan berbagai macam ilmu pengetahuan sesuai dengan spesifikasi dan kelompok pengetahuan, serta kebutuhan manusia pada waktu itu. Filsafat alam melahirkan ilmu-ilmu alamiah, dan filsafat sosial melahirkan ilmu-ilmu sosial, kemudian berkembang berbagai cabang ilmu lain sesuai tingkat perkembangan dan kebutuhan manusia. Jadi filsafat berarti membahas tentang kebijaksanaan dalam memahami alam semesta baik menyangkut alam itu sendiri secara fisik maupun manusia secara sosial.  Oleh karenanya cabang filsafat yang paling umum adalah filsafat ilmu alam dan filsafat ilmu sosial / humaniora.
Filsafat dilihat dari fungsi kajiannya dapat dibagi dua bagian yakni, filsafat teoritis (mengembangkan teori) dan filsafat praktis (terapan). Filsafat teoritis mencakup: (1) ilmu pengetahuan alam, seperti: fisika, biologi, ilmu pertambangan dan astronomi; (2) ilmu eksakta dan matematika; (3) ilmu tentang ketuhanan dan methafisika. Sedangkan filsafat praktis mencakup: (1) norma-norma (akhlak); (2) urusan rumah tangga; (3) sosial dan politik, termasuk pendidikan
Kajian filsafat yang lebih spesifik membahas tentang masalah alam maupun sosial secara epistemologis merupakan filsafat pengetahuan, yaitu yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Ilmu alam memiliki ciri-ciri ke alaman, sedang ilmu sosial memiliki ciri-ciri sosial atau berhubungan dengan kehidupan manusia di muka bumi.
Filsafat alam dan filsafat sosial secara akademik dapat dikategorikan sebagai filsafat ilmu (filsafat yang mengembangkan keilmuan), tetapi bisa juga dikategorikan sebagai filsafat praktis. Ke duanya berfungsi bagi umat manusia dalam kerangka memerangi masalah atau membantu pemecahan masalah kehidupan manusia, baik yang menyangkut masalah fisik alamiah, maupun sosial kemanusiaan (humanities). Dikatakan sebagai naskah akademik karena memenuhi syarat sebagai filsafat ilmu dan filsafat pengetahuan, yaitu di antaranya  memiliki kawasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis, serta memiliki warga atau kelompok  yang berkecimpung bidang tersebut.
Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, dan lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan. Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui filsafat pendidikan. Seorang guru perlu memahami filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan individu maupun masyarakat yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan . Tujuan pendidikan perlu dipahami dalam hubungannya dengan tujuan hidup. Guru sebagai pribadi mempunyai tujuan hidup, dan guru sebagai warga masyarakat juga mempunyai tujuan hidup bersama. Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik (guru). Hal tersebut akan mewarnai sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar (PBM). Selain itu pemahaman filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan spekulatif, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.
Pendidikan dikatakan sebagai filsafat praktis karena memang secara praktikal masuk dalam kawasan pendidikan atau pendidikan bidang studi tertentu  sebagai synthesa dari ilmu pendidikan dan bidang studi lainnya. Misalnya, pendidikan IPA maupun IPS di tingkat sekolah juga secara filsafati dapat diterima oleh umum, yaitu memiliki batasan atau pengertian, memiliki tujuan , memiliki manfaat, dan adanya kelompok pakar yang memiliki komitmen dan konsern tentang praktik tersebut. Sehingga secara filsafat praktis juga memiliki kawasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis, serta kelompok masyarakat yang memiliki komitmen yang sama dalam bidang tersebut yaitu para guru atau pendidik lainnya termasuk dosen.
Pengetahuan alam maupun pengetahuan sosial selanjutnya mengalami perkembangan masing-masing dan membentuk cabang, ranting ilmu dan pengetahuan sesuai dengan objeknya masing-masing. Ada yang tetap konsisten mengembangkan ilmu pengetahuan murni (pure science), dan ada juga yang mengembangkan terapan suatu pengetahuan (applied science). Di antara filsafat terapan yang berkembang dengan pesat adalah filsafat pendidikan, dan filsafat teknik. Filsafat pendidikan juga mengalami perkembangan sesuai dengan bidang, materi kajiannya. Ada filsafat ilmu pendidikan itu sendiri, dan ada juga filsafat pendidikan bidang tertentu, seperti filsafat pendidikan IPA, filsafat pendidikan Bahasa, filsafat pendidikan IPS, filsafat pendidikan Matematika dsb.
Filsafat pendidikan adalah ilmu yang menyelidiki hakikat pelaksanaan pendidikan yang bersangkut paut dengan tujuan, latar belakang, cara dan hasilnya, serta hakikat ilmu pendidikan, yang berhubungan dengan analisis kritis terhadap struktur dan kegunaan pendidikan itu sendiri
Filsafat pendidikan secara garis besarnya bukanlah filsafat umum atau filsafat murni tetapi merupakan filsafat khusus atau filsafat terapan. Apabila dilihat dari sudut karakteristik objeknya, filsafat dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu(1) Filsafat umum atau filsafat murni,dan (2) filsafat khusus atau filsafat terapan. Filsafat umum mempunyai objek :
a)      Hakikat kenyataan segala sesuatu (metafisika) yang termasuk didalamnya, hakikat kenyataan secara keseluruhan (Ontologi), Kenyataan tentang alam atau kosmos (Kosmologi) kenyataan tentang manusia (Humanologi) dan kenyataan tentang tuhan (Teologi)
b)  Hakikat mengetahui kenyataan(Epistemologi)
c) Hakikat menyusun kesimpulan pengetahuan tentang kenyataan (Logika)
d) Hakikat menilai kenyataan (Aksiologi),antara lain tentang hakikat nilai yang berhubungan dengan baik dan jahat (Etika)serta nilai yang berhubungan dengan indah dan buruk (Estetika)
Berbeda dengan filsafat umum yang objeknya adalah kenyataan keseluruhan segala sesuatu, filsafat khusus mempunyai objek kenyataan salah satu aspek kehidupan manusia yang terpenting Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan (Kneller, 1971). Kanzen, meninjau ilmu dari segi morfologis atau bentuk subtansinya,sebagi pengetahuan sistimatis yang dihasilkan dari kegiatan kritis yang tertuju pada penemuan .Ditinjau dari subtansinya atau isinya, ilmu pendidikan merupakan suatu sistim pengetahuan tentang pendidikan yang diperoleh melalui riset dan disajikan dalam bentuk konsep-konsep pendidikan. Dalam arti sempit pendidikan adalah pengaruh yang diupayakan dan rekayasa sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanyaagar mereka mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas social mereka atau pendidikan memperhatikan keterbatasan dalam waktu,tempat,bentuk kegiaatan dan tujuan dalam proses berlangsungnya pendidikan.
Filsafat ilmu pendidikan dibedakan dalam 4 macam,yaitu:
1. Ontology ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat subtansi dan pola organisasi ilmu pendidikan
2. Epistomologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat objek formal dan material ilmu pendidikan
3. Metedologi ilmu pendidikan ,yang membahas tentang hakikat cara-cara kerja dalam menyusun ilmu pendidikan
4. Aksiologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat nilai kegunaan teoritis dan praktis ilmu pendidikan
Filsafat pendidikan yang mengembangkan bidang studi tertentu untuk tujuan pendidikan dikenal dengan syntectic discipline. Seperti pendidikan IPS, Pendidikan Bahasa, Pendidikan IPA, Pendidikan matematika merupakan syntectic discipline (sintesa) antara ilmu pendidikan dengan ilmu yang lain (bidang studi IPS, IPA, Bahasa, Matematika dsb). Jadi program pendidikan sintesa yang banyak dikembangkan LPTK, seperti pendidikan IPS ataupun pendidikan bidang studi lainnya yang berada pada rumpun Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP,STKIP, IKIP) harus mengandung unsur pendidikan dan unsur bidang studi tertentu. Oleh karenanya jurusan, program studi, dan kompetensi lulusan tertentu di LPTK (FKIP, IKIP,STKIP) harus mengandung unsur pendidikan dan bidang studi tertentu.
Inilah yang membedakan antara filsafat ilmu pengetahuan murni dengan filsafat ilmu terapan pendidikan. Filsafat ilmu pengetahuan murni banyak dikembangkan oleh fakultas ilmu-ilmu murni seperti FISIP, FH, FE, sementara filsafat terapan pendidikan banyak dikembangkan atau dimanfaatkan pada LPTK (FKIP,IKIP,STKIP). Akan tetapi dalam rangka pengembangan pendidikan sintesa filsafat ilmu juga butuhkan atau dikenalkan bagi mahasiswa calon guru atau pendidik di lingkungan LPTK tsb.
Ilmu pengetahuan murni (pure science) terutama bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan itu sendiri secara abstrak (teori) atau vertikal atau penyempurnaan ilmu itu sendiri, yaitu untuk mempertinggi mutu atau kualitas ilmu itu. Sedangkan ilmu pengetahuan terapan (applied science) atau praktik bertujuan untuk mempergunakan dan menerapkan ilmu pengetahuan tersebut di dalam masyarakat (kepentingan khalayak secara hirisontal), yaitu membantu masyarakat di dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya. Selain itu juga dapat dibedakan antara ilmu yang teoritis-rasional (misalnya dogmatik hukum), maka cara berfikir yang dominan adalah deduktif dengan mempergunakan silogisme. Cara berfikir deduktif-induktif atau induktif-deduktif banyak digunakan di dalam ilmu-ilmu teorits-empiris, seperti sosiologi. Di dalam ilmu-ilmu yang empiris praktis, seperti pekerjaan sosial, atau kesejahteraan sosial (sosiatri), dan pendidikan IPS lebih banyak digunakan cara berfikir induktif, yaitu berfikir reflektif dari praktek-praktek pengalamannya dalam mengajar atau layanan sosial lainnya.
Memperhatikan hal tersebut, maka pendidikan IPS lebih tepat masuk dalam kawasan filsafat terapan yang banyak membahas tentang peran praktik pendidikan IPS untuk khalayak, ketimbang kajian ilmiah akademik untuk pengembangan keilmuan. Kawasan dan lingkup kajian filsafat social studies (pendidikan IPS), baik sebagai bidang kajian ilmiah (akademik) maupun sebagai bidang kajian praktik pendidikan berkembang sesuai dengan pemahaman dan latar belakang keahliannya masing-masing. Munculnya dua paham tentang pendidikan IPS ini merupakan suatu hal yang sangat lumrah, karena pemahaman seseorang atau kelompok masyarakat tertentu tentang ilmu dan pengetahuan sangat diwarnai oleh latar belakang dan lingkungan yang membentuk manusia itu sendiri. Kenyataan ini terjadi pada kajian atau ilmu apapun, sebagai contoh suatu ilmu tertentu memiliki batasan dan pengertian yang beraneka ragam antara orang satu atau kelompok masyarakat tertentu dengan lainnya. Persepsi seseorang terhadap suatu ilmu dan pengetahuan tertentu sangat mewarnai paham dan kepentingan mereka terhadap suatu ilmu dan pengetahuan itu sendiri.

  1. Pendidikan IPS di tingkat akademik (sebagai kajian akademik)

Sebagaimana telah disinggung pada bagian muka, pembahasan alam semesta, yang secara keilmuan atau pengetahuan secara akademik banyak di bahas di tingkat perguruan tinggi, atau para ilmuwan. Masalah filsafat, juga sangat erat kaitannya dengan apa yang dibicarakan oleh para ilmuwan tentang metode ilmiah dalam rangka mencari kebenaran. Contohnya, Filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Dengan demikian, filsafat ilmu sangatlah penting peranannya bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Tentu juga, filsafat ilmu sangat bermanfaat bagi manusia untuk menjalani berbagai aspek kehidupan. Filsafat ilmu sangat penting peranannya terhadap penalaran manusia untuk membangun ilmu. Sebab, filsafat ilmu akan menyelidiki, menggali, dan menelusuri sedalam, sejauh, dan seluas mungkin semua hakikat ilmu. Dalam hal ini, kita bisa mendapatkan gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan akar dari semua ilmu dan pengetahuan.

Fungsi filsafat ilmu

  • Alat untuk menelusuri kebenaran segala hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah.
  • Memberikan pengertian tentang cara hidup dan pandangan hidup.
  • Panduan tentang ajaran moral dan etika.
  • Sumber ilham dan panduan untuk menjalani berbagai aspek kehidupan.
  • Sarana untuk mempertahankan, mendukung, menyerang atau juga tidak memihak terhadap pandangan filsafat lainnya.
IPS sebagai kajian akademik merupakan bagian dari kegiatan belajar di tingkat perguruan tinggi. Yaitu belajar tentang bagaimana membelajarkan IPS sebagai bidang kajian dan rumpun ilmu sosial untuk kepentingan pendidikan tingkat sekolah dengan baik dan benar. Sehingga porsi dan proporsi ilmu pendidikan dan ilmu sosial secara kurikuler sesuai dengan kebutuhan dan setingkat lebih tinggi dari pendidikan di tingkat sekolah. Artinya bahwa pengembangan pendidikan dan pengembangan keilmuan bersinergi (sintesa) untuk kepentingan pendidikan. Filsafat pendidikan ilmu penegetahuan sosial (IPS) pada dasarnya tidak berbeda dengan filsafat filsafat ilmu pendidikan lainnya, karena filsafat pendidikan IPS juga merupakan filsafat praktik pendidikan, yaitu praktik tentang pendidikan ilmu-ilmu sosial agar para peserta didik mampu memahami masalah-masalah sosial dan dapat mengatasinya serta mengambil keputusan yang tepat terhadap masalah yang dihadapi dalam kehidupannya.
Suatu ilmu pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu jika memenuhi syarat-syarat sebagai ilmu ataupun pengetahuan. Salah satu syarat ilmu pengetahuan adalah adanya identitas atau konsentrasi kajian yang bersifat khas dari kelompok lainnya dan adanya kelompok masyarakat yang memiliki kepedulian yang sama untuk  mengembangkan bidang-bidang yang menjadi komitmennya. Menurut Ernest van den Haag (Harsojo, 1977), mengemukakan ciri-ciri ilmu, yaitu :1. Bersifat rasional, karena hasil dari proses berpikir dengan menggunakan akal (rasio). 2. Bersifat empiris, karena ilmu diperoleh dari dan sekitar pengalaman oleh panca indera. 3. Bersifat umum, hasil ilmu dapat dipergunakan oleh manusia tanpa terkecuali. 4. Bersifat akumulatif, hasil ilmu dapat dipergunakan untuk dijadikan objek penelitian selanjutnya. Dufty (1986) mengemukakan karakteristik disiplin ilmu dan biasanya memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
  1. a community of sholars
  2. a body of thinking, speaking, writing by these sholars
  3. a method of approach to knowledge
Gardner (1975), membedakan selain disiplin dalam arti community of scholars perlu ada subtantive structure. Substantive structure merupakan kumpulan gagasan yang saling terkait yang memandu penelitian dalam sebuah disiplin. Jaringan yang saling terkait meliputi teori, hukum, konsep yang digunakan peneliti untuk memecahkan masalah. Sedangkan syuntectical structure terkait dengan metode atau cara pembentukan konsep substansi yang baru.
Ilmu pengetahuan sosial (IPS) sebagai kajian akademik merupakan perkembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan bidang praktik pendidikan. Komitmen kelompok masyarakat yang ingin mengembangkan pengetahuan sosial dan humaniora yang dikemas secara psikologis untuk tujuan pendidikan, melahirkan IPS. Jadi IPS di sini merupakan sinthesa kajian pendidikan dan kajian sosial serta humaniora untuk program pendidikan di tingkat sekolah. IPS bukanlah mengembangkan keilmuan sosial sebagaimana yang dilakukan oleh para ahli ilmu –ilmu sosial tetapi lebih pada bagaimana membelajarkan IPS baik secara terpadu penuh (untuk SD dan SMP), maupun semi terpadu (untuk tingkat SMA) atau saling memperhatikan keterhubungannya antar ilmu sosial. Oleh karenanya IPS lebih pada tataran praktik pendidikan ilmu-ilmu sosial baik secara menyeluruh-sederhana-terpadu (holistik-terpadu/ integrated) maupun secara terpisah berhubungan (interdisiplin /crossdiscipline) untuk tujuan pendidikan di tingkat sekolah. Holistik-terpadu tepat untuk tingkat pendidikan SD dan SMP, sementara inter/crossdiscipline, terpisah  lebih tepat untuk tingkat pendidikan SMA.
IPS sebagai pendidikan disiplin ilmu dengan identitas bidang kajian eklektik yang dinamakan “an integrated system of knowledge”, synthetic discipline, multidimensional, dan kajian konseptual sistemik”merupakan kajian baru yang berbeda dari kajian monodisiplin atau disiplin ilmu tertentu. Pemikiran tentang IPS sebagai kajian akademik (disiplin ilmu) oleh banyak ahli tentang semakin banyak dan kompleksnya permasalahan sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta ketidakmenentuan masa depan (sulit diprediksi), sehingga dibutuhkan suatu pendekatan pengetahuan terpadu (integrated approach). Tidak ada suatu disiplin ilmu tertentu dewasa ini yang mampu menyelesaikan masalah dalam kehidupan manusia.
Gagasan tentang IPS sebagai kajian akademik yang multidisiplin (integrated), pertama kali dilontarkan oleh Nu’man sumantri (Pakar IPS Universitas Pendidikan Indonesia yang pertama di Indonesia). Gagasan tentang pendidikan IPS ini membawa implikasi bahwa IPS memiliki kekhasan dibandingkan dengan pendidikan disiplin ilmu lain, yakni kajian bersifat terpadu (integrated) pemecahan  masalah yang menyeluruh), interdiscipliner (memahami ilmu lain), multidimensional (kompleks), dan bahkan cross discipline (bantuan atau pembanding ilmu lain).
Soemantri (2001) Memberikan definisi IPS sebagai pendidikan disiplin ilmu dan pendidikan disiplin ilmu sosial sebagai berikut:
Pendidikan disiplin ilmu adalah suatu batang tubuh disiplin yang menyeleksi konsep, generalisasi, dan teori dari struktur disiplin ilmu tertentu dan disiplin ilmu pendidikan yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah-psikologis untuk tujuan pendidikan.
Pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial adalah seleksi dari struktur disiplin akademik ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah-psikologis untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan pancasila dan UU Sisdiknas.

  1. Pendidikan IPS di tingkat praktik (sebagai mata pelajaran di sekolah)
Ilmu Pengetahuan Sosial, biasa disingkat IPS, adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan penelitian dengan cakupan yang luas dalam berbagai lapangan meliputi perilaku dan interaksi manusia di masa kini dan masa lalu. IPS tidak memusatkan diri pada satu topik secara mendalam melainkan memberikan tinjauan yang luas terhadap masyarakat. Karena sifatnya yang berupa penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial, di Indonesia IPS dijadikan sebagai mata pelajaran untuk siswa sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah tingkat pertama (SMP/SLTP). Sedangkan untuk tingkat di atasnya, mulai dari sekolah menengah tingkat atas (SMA/SMU) dan perguruan tinggi, ilmu pengetahuan sosial dipelajari berdasarkan cabang-cabang dalam ilmu tersebut khususnya jurusan atau fakultas yang memfokuskan diri dalam mempelajari hal tersebut. Oleh karena itu, Ilmu pengetahuan sosial (IPS) secara umum mempelajari berbagai bidang ilmu seperti:
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai program pendidikan yang memuat konsep, generalisasi dan teori dari ilmu-ilmu sosial yang diberikan di tingkat sekolah, Ujudnya bisa dalam bentuk program mata pelajaran tersendiri atau dalam bentuk program kelembagaan atau rumpun bidang kajian ilmu-ilmu sosial, yaitu dalam bentuk fakultas,  jurusan atau program studi. Sebagai mata pelajaran karena merupakan bentuk penyederhanaan konsep sosial untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah. Sementara itu, dalam bentuk jurusan atau program sebagai wadah atau rumpun pendidikan ilmu-ilmu sosial yang biasanya untuk tingkat yang lebih tinggi (SMA dan LPTK). Hal ini dimaksudkan agar pemahaman tentang masalah sosial tetap dalam koridor pengetahuan sosial yang saling menunjang dan memiliki sinergisitas yang baik dalam membentuk pengetahuan sosial. Sehingga, untuk siswa pendidikan dasar (SD dan SMP) dan pendidikan menengah (SMA) dan tingkat LPTK  di dalam memahami IPS sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengalaman peserta didik. Mulai dari pendidikan dasar yang memuat pengetahuan sosial yang sederhana tapi menyeluruh (simple dan holistic) hingga tingkat pendidikan menengah dan LPTK yang memuat pengetahuan sosial yang semakin spesifik, mendalam dan luas.