TUGAS KOMPETENSI 3 MATA KULIAH
PENDIDIKAN EKONOMI DAN
KEWIRAUSAHAAN
Efektifitas dan Efisiensi Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan Secara
Terintegrasi dan Sebagai Subjek Terpisah
(Kompetensi 3)
Oleh
ERINE NURMAULIDYA
NPM: 1123031014
NPM: 1123031014
Dosen : Dr. R. Gunawan S, S.E, M.M
MK : Pendidikan Ekonomi dan
kewirausahaan ; MPS 524
Megister Pendidikan IPS
FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPNG
2012
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT, hanya kepadanya
kita memohon ampunan dan perlindungan dan tak lupa syukur atas segala nikmat
yang di berikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas kompetensi
3 Pendidikan Ekonomi dan
kewirausahaan ; MPS 524 (Kompetensi 1).
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi dan
kewirausahaan, Penelitian Program
Pascasarjana ( S2 ) semester ke-2 angkatan 2011. Penulis berharap tugas ini
dapat bermanfaat dan menambah wawasan tentang ilmu Pendidikan Ekonomi bagi
penulis juga pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sehingga bisa
diperbaiki dikemudian hari.
Bandar Lampung, 29 Mei 2012
Erine Nurmaulidya
KOMPETENSI
3 PENDIDIKAN EKONOMI PASCASARJANA IPS FKIP UNIVERSITAS LAMPUNG
Tugas
Kompetensi 3 yang harus dikerjakan oleh mahasiswa dijelaskan sbb.
- Setiap
mahasiswa membahas topik yang telah ditetapkan secara individu dalam
bentuk karya ilmiah.
- Waktu
yang diberikan untuk mengerjakan tugas Kompetensi 3 tersebut selama 1
minggu terhitung mulai tanggal 27 Mei 2012.
- Batas
waktu pengumpulan tugas yaitu hari Sabtu, tanggal 2 Juni 2012 pukul
24.00. Pengumpulan tugas yang melewati batas waktu tersebut dianggap
tidak mengumpulkan.
- Tugas
diserahkan/dikumpulkan dalam bentuk shoftcopy dan tidak perlu menyerahkan
dalam bentuk hardcopy.
- Pengiriman
tugas ditujukan ke alamat e-mail berikut ini;rgunawan_sudarmanto@yahoo.com atau
dapat secara langsung menggunakan blog ini untuk menjamin kepastian
terkirimnya tugas tersebut. Pengiriman di luar alamat tersebut tidak
akan terdeteksi sehingga dianggap tidak mengirimkan.
- Isi
pembahasan atau banyaknya subtopik diserahkan kepada masing-masing
mahasiswa.
Adapun topik yang harus dibahas yaitu “Efektifitas
dan Efisiensi Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan Secara Terintegrasi dan
Sebagai Subjek Terpisah”.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah, tetapi belum
dapat dimanfaatkan secara optimal. Menurut Tilaar (2009:44), hal ini disebabkan
kemampuan sumber daya manusia yang tidak dapat memanfaatkan kekayaan alamnya
itu. Setiap tahun angka kemiskinan relatif bertambah dan penggangguran tidak
berkurang, yang tentu saja memberikan implikasi lain bagi kehidupan sosial.
Sangat ironis, jika ternyata komunitas penggangguran tidak sedikit berasal dari
yang telah mengecap pendidikan formal tinggi. Selanjutnya, Friedman (2009)
seperti dikutip oleh Tilaar menyebutkan bahwa negara kita menjadi negara
pengekspor tenaga kerja yang kurang “kreatif” sehingga muncul berbagai
permasalahan yang harus dihadapi mereka. Sementara hampir 45% tanaga kerja kita
saat ini tidak lulus sekolah dasar. Akibatnya, produktivitas mereka juga
rendah. Lebih lanjut, berakibat pada rendahnya daya saing negara Republik
Indonesia dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita seperti Singapura,
China, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Philipina.
Pada tataran psikologis semua orang mempunyai banyak sedikit
potensi kewirausahaan, namun potensi ini tidak akan muncul optimal atau bahkan
hilang sama sekali jika tidak dikembangkan iklim yang sesuai dengan
perkembangan potensi itu. Pendidikan yang intelektualitas yang cenderung sangat
bersifat formal dengan membiarkan kemampuan kreativitas dan inovasi peserta
didik antara lain yang menyebabkan kondisi sosio-psikologis ini. Kata kuncinya
adalah pendidikan kewirausahaan menjadi sebuah keniscayaan. Pendidikan
kewirausahaan akan memberikan peluang tumbuh dan berkembangnya potensi
kreativitas dan inovasi anak. Nilai-nilai kewirausahaan akan menjadi
karakteristik peserta didik yang dapat digunakannya dalam bersosialisasi dan
berinteraksi dengan lingkungnnya. Pada akhirnya pribadi yang memiliki karakter
kreatif, inovatif, bertangung jawab, disiplin dan kosisten akan mampu
memberikan kontribusi dalam pemecahan masalah sumber daya manusia Indonesia.
Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pendidikan kewirausahaan sangat
berorientasi pada sosio-psiklogis. Pendidikan kewirausahaan bukan semata-mata
untuk kepentingan dunia bisnis, melainkan setiap lapangan pekerjaan yang
memiliki semangat, pola pikir, dan karakter enterpreneur akan membuat
perbedaan, perubahan, dan pertumbuhan positif dalam profesi dan pekerjaan
mereka di luar bidang dunia bisnis. Jiwa enterpreneurship akan memiliki daya
kreatif dan inovatif, mencari peluang dan berani mengambl risiko. Pendidikan
enterpreneur akan memberikan karakter para peserta didik memiliki mental dan
moral yang kuat, jiwa kemandirian, dan sikap ulet (tahan banting), pengetahuan
dan ketrampilan yang memadai, serta mampu mengahadapi persaingan global.
Pendidikan kewirausahaan akan mereduksi mindset peserta didik tentang tujuan
dan orientasi mengikuti pendidikan untuk menjadi pegawai negeri. Pendidikan
kewirausahaan juga mempersiapakan peserta didik memiliki sikap kewirausahaan
dan mampu mengembangkan seluruh potensi dirinya untuk menghadapi masa depannya
dengan segala problematikanya. Ini berarti pendidikan kewirausahaan bersamaan
dengan substansi pendidikan lainnya akan mereduksi sejumlah persoalan
sosiologis yang terkait dengan kehidupan sosial kemasyarakatan. Sebab itu,
pengembangan pendidikan kewirausahaan ini harus memperhatikan suasana
psikologis dan iklim sosial.
Dengan sikap kreatif, mandiri, ulet, dan didukung dengan karakter
yang baik, maka para peserta didik akan mampu mengatasi problem dirinya
sendiri. Bahkan bisa memberikan kontribusi dalam ikut memecahkan problem kehidupan
yang dihadapai oleh masyarakat. Mengutip ahli sosiologi David McCelland,
seperti dikutip oleh Ciputra, suatu negara bisa menjadi makmur bila memiliki
sedikitnya dua persen enterpreneur dari jumlah penduduk tersebut. Dari data
statistik, saat ini di Indonesia baru memiliki 0,18% enterpreneur atau sekitar
400,000 dari penduduk Indonesia yang berjumlah kurang lebih 220 juta jiwa
(Ciputra. 2009).
- Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
masalah di atas, permasalahan dalam karya ilmiah ini dapat dirumuskan sebagai
berikut.
1.
Bagaimana model pembelajaran
kewirausahaan yang efektif?
2.
Bagaimana model pembelajaran
kewirausahaan yang efisien?
3.
Bagaimana Pelaksanaan
Pembelajaran Kewirausahaan Secara Terintegrasi dan Sebagai Subjek Terpisah?
C. Tujuan Penulisan Karya Ilmiah
Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan dari karya ilmiah ini
adalah sebagai berikut.
1.
Untuk mengetahui model
pembelajaran kewirausahaan yang efektif.
2.
Untuk mengetahui model
pembelajaran kewirausahaan yang efisien.
3.
Untuk mengetahui Pelaksanaan
Pembelajaran Kewirausahaan Secara Terintegrasi dan Sebagai Subjek Terpisah?
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep
Pembelajaran Kewirausahaan
Pembelajaran merupakan suatu proses kombinasi
yang dilakukan oleh guru dan murid yang saling berinteraksi dan didukung dengan
komponen pembelajaran yang lain sebagai pelengkap dalam proses pembelajaran
yang dilakukan. Pada pembelajaran inilah terjadi proses
interaksi antara sumber belajar, guru, murid, dan komponen pembelajaran yang
lain yang mendukung proses pembelajaran tersebut. Menurut
Pupuh Faturrohman (2007: 13) dalam Satmoko (2011),
pembelajaran adalah mengandung sejumlah komponen yang meliputi tujuan, bahan
pelajaran, kegiatan pembelajaran, metode, alat dan sumber serta evaluasi.
Dengan demikian pembelajaran tentunya memiliki tujuan yang ingin dicapai. Hal
ini merupakan respon dari bahan, materi pelajaran yang telah dipelajari dan
dikembangkan oleh peserta didik melalui proses kegiatan pembelajaran antara
guru dengan peserta didik dengan berbagai metode, alat dan sumber belajar yang
pada akhirnya terlihat hasilnya melalui penilaian atau evaluasi.
Menurut Umar Hamalik (2001: 54), pembelajaran adalah
“suatu sistem yang luas dan mengandung banyak aspek diantaranya; (a) profesi
guru, (b) pertumbuhan siswa sebagai organisme yang sedang berkembang, (c)
tujuan pendidikan dan pengajaran, (d) kurikulum sekolah, (e) perencanaan
pengajaran, (f) bimbingan sekolah, dan (g) hubungan dengan masyarakat dan
lembaga-lembaga.”
Menurut Trianto (2009: 17), pembelajaran merupakan aspek kegiatan
manusia yang komplek, yaitu usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan
siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam
rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Berdasarkan beberapa pengertian
pembelajaran di atas, dapat disimpulkanpembelajaran adalah proses yang
disengaja yang menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk
melakukan kegiatan pada situasi tertentu.Pembelajaran
merupakan suatu proses kombinasi yang dilakukan oleh guru dan murid yang saling
berinteraksi dan didukung dengan komponen pembelajaran yang lain sebagai
pelengkap dalam proses pembelajaran yang dilakukan.
Kewirausahaan merupakan jiwa dari seseorang yang diekspresikan
melalui sikap dan perilaku yang kreatif dan inovatif untuk melakukan suatu
kegiatan. Dengan demikian, perlu ditegaskan bahwa tujuan pembelajaran
kewirausahaan sebenarnya tidak hanya diarahkan untuk menghasilkan pebisnis atau business
entrepreneur, tetapi mencakup seluruh profesi yang didasari oleh jiwa
wirausaha atau entrepreneur.
Menurut Eman Suherman (2008: 29) dalam Citra (2010), pembelajaran
kewirausahaan diawali dengan persiapan serta pengadaan materi pembelajaran
teori, praktik dan implementasi. Setelah persiapan dan pengadaan materi
pembelajaran selesai, maka dilaksanakan proses pembelajaran kewirausahaan
dengan tujuan utama mengisi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik peserta
didik. Selanjutnya, bersamaan dengan berjalannya proses pembelajaran disediakan
juga wahana konsultasi terutama untuk hal-hal pragmatis guna melengkapi proses
pembelajaran yang diarahkan untuk mengisi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik tadi.
Disamping itu wahana konsultasi diharapkan juga dapat memperkuat “4H” peserta
didik. H pertama Head atau kepala yang diartikan sebagai
pemikiran, dan dalam pembelajaran diisi oleh pengetahuan tentang nilai nilai,
semangat, jiwa, sikap dan perilaku, agar peserta didik memiliki pemikiran
kewirausahaan. H kedua, Heart atau hati yang diartikan sebagai
perasaan, diisi oleh penanaman empatisme social-ekonomi, agar peserta didik
dapat merasakan suka-duka berwirausaha dan memperoleh pengalaman empiris dari
para wirausaha terdahulu. Selanjutnya H ketiga, Hand atau
tangan yang diartikan sebagai keterampilan yang harus dimiliki oleh peserta
didik untuk berwirausaha. Oleh karena itu dalam konteks ini pembelajaran
kewirausahaan membekali peserta didik dengan teknik produksi agar mereka kelak
dapat berproduksi atau menghasilkan produk baik berupa barang, jasa maupun ide.
Dan H keempat, Health atau kesehatan yang diartikan sebagai
kesehatan fisik, mental dan social. Sehubungan dengan hal ini, peserta didik
hendaknya dibekali oleh teknik-teknik antisipasi terhadap berbagai hal yang
mungkin timbul dalam berwirausaha baik berupa persoalan, masalah maupun risiko
lainnya sebagi wirausaha. Pembelajaran untuk hal ini dapat diberikan melalui
AMT (Achievement Motivation Training) atau Outbond Training.
Setiap kegiatan sudah pasti ada tujuan, termasuk kegiatan
pembelajaran kewirausahaan. Dalam KBBI (1991: 107), tujuan berarti
arah atau maksud. Maksud diartikan sebagai sesuatu yang dikendaki. Hasil akhir
yang ingin dicapai dari pembelajaran kewirausahaan ialah tertanam atau
terbentuknya jiwa wirausaha pada diri seorang siswa sehingga menjadi wirausaha
dengan kompotensinya.
Menurut Suherman (2008: 22), tujuan utama pembelajaran
kewirausahaan adalah membentuk jiwa wirausaha peserta didik, sehingga yang
bersangkutan menjadi individu yang kreatif, inovatif dan produktif. Pola
pembelajaran kewirausahaan dimulai dari, teori, praktik dan implementasi. Teori
diarahkan untuk memperolah pengetahuan tentang kewirausahaan mengisi
aspek kognitif agar siswa memiliki paradigma wirausaha. Praktik
dimaksudkan untuk melakukan kegiatan berdasarkan teori yang telah dipelajari
agar siswa merasakan betul bahwa teori yang dipelajari bisa dipraktekan dan
akan bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Hal ini berkaitan dengan nilai
afektif siswa. Kemudian implementasi berarti pelaksanaan kegiatan yang
sesungguhnya dalam memanfaatkan pengetahuan yang telah diperoleh melalui
pembelajaran teori dan wawasan yang didapat dalam pembelajaran praktik. Berdasarkan
pengertian di atas, pembelajaran kewirausahaan merupakan upaya untuk
mempelajari tentang nilai, kemampuan dan perilaku seseorang dalam berkreasi dan
inovasi yang diwujudkan dalam bentuk sikap.
B. Konsep Pembelajaran yang Efektif dan Efisien
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, Kata efektif berarti ada
efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya); dapat membawa hasil; berhasil guna
(tt usaha, tindakan); mulai berlaku (tt undang-undang, peraturan). Sedangkan
definisi dari kata efektif yaitu suatu pencapaian tujuan secara tepat atau
memilih tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara
dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya. Efektifitas bisa juga
diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang
telah ditentukan. Misalnya jika suatu pekerjaan dapat selesai dengan pemilihan
cara-cara yang sudah ditentukan, maka cara tersebut adalah benar atau efektif.
Efektif adalah pencapaian hasil yang sesuai dengan tujuan seperti
yang telahditetapkan. Pengertian efektifitas secara umum menunjukan sampai
seberapa jauh tercapainya suatu tujuanyang terlebih dahulu ditentukan. Hal
tersebut sesuai dengan pengertian efektifitas menurut Hidayat (1986) dalam
Hardiyani (2012) yang menjelaskan bahwa:
“Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh
target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Di mana makin
besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya.” Menurut
Prasetyo Budi Saksono (1984) dalam Hardiyani (2012) “Efektifitas
adalah seberapa besar tingkat kelekatan output yang dicapai dengan output
yangdiharapkan dari sejumlah input.”
Sedangkan arti kata efisien menurut kamus besar bahasa Indonesia
yaitu tepat atau sesuai untuk mengerjakan (menghasilkan) sesuatu (dengan tidak
membuang-buang waktu, tenaga, biaya), mampu menjalankan tugas dengan tepat dan
cermat, berdaya guna, bertepat guna. Sedangkan definisi dari efisiensi adalah
penggunaan sumber daya secara minimum guna pencapaian hasil yang optimum.
Efisiensi menganggap bahwa tujuan-tujuan yang benar telah ditentukan dan
berusaha untuk mencari cara-cara yang paling baik untuk mencapai tujuan-tujuan
tersebut. Efisiensi hanya dapat dievaluasi dengan penilaian-penilaian relatif,
membandingkan antara masukan dan keluaran yang diterima.
Efisiensi merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dinilai
dari segi besarnya sumber/biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang
dijalankan. Menurut Mulyamah (1987: 3) dalam Danfar (2009)
efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan rencana penggunaan masukan
dengan penggunaan yang direalisasikan atau perkataam lain penggunaan yang
sebenarnya. Sedangkan menurut Hasibuan (1984: 3-4) dalam Danfar
(2009) yang mengutip pernyataan H. Emerson efisiensi adalah
perbandingan yang terbaik antara input (masukan) dan output (hasil antara
keuntungan dengan sumber-sumber yang dipergunakan), seperti halnya juga hasil
optimal yang dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas. Dengan kata lain
hubungan antara apa yang telah diselesaikan. Berdasarkan uraian di atas,
pembelajaran yang efektif dan efisien adalah pembelajaran yang sesuai
dengan tujuan seperti yang telah ditetapkan dan tepat ataumampu
menyelesaikan proses pembelajaran dengan tepat dan cermat, berdaya
guna,serta bertepat guna.
III. PEMBAHASAN
A.
Model Pembelajaran Kewirausahaan yang Efektif
Hakikat pembelajaran yang efektif adalah proses belajar mengajar
yang bukan saja terfokus kepada hasil yang dicapai peserta didik, namun
bagaimana proses pembelajaran yang efektif mampu memberikan pemahaman yang
baik, kecerdasan, ketekunan, kesempatan dan mutu serta dapat memberikan
perubahan prilaku dan mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka.
Pembelajaran yang efektif akan terjadi ketika pebelajar (siswa)
terlibat dalam tugas-tugas autentik yang berhubungan dengan konteks-konteks
yang bermakna. Kemudian ukuran terakhir dari pembelajaran berbasis masalah
adalah pebelajar (siswa) mampu menggunakan pengetahuan untuk memfasilitasi cara
berpikir akan kehidupan sesungguhnya.
Pembelajaran yang efektif memiliki prinsip khusus dalam
pengelolaannya, prinsip tersebut meliputi: pertama, prinsip interaktif
mengandung makna bahwa mengajar bukan hanya sekadar menyampaikan pengetahuan
dari guru ke peserta didik; akan tetapi mengajar dianggap sebagai proses
mengatur lingkungan yang dapat merangsang peserta didiik untuk belajar. Dengan
demikian, proses pembelajaran adalah proses interaksi baik antara guru dan
peserta didik, antara peserta didik dan peserta didik, maupun antara peserta
didik dengan lingkungannya. Melalui proses interaksi, memungkinkan kemampuan
peserta didik akan berkembang, baik mental maupun intelektualnya. Kedua, prinsip
inspiratif, yaitu memungkinkan peserta didik untuk mencoba dan melakukan
sesuatu. Berbagai informasi dan proses pemecahan masalah dalam pembelajaran
bukan harga mati, yang bersifat mutlak, akan tetapi merupakan hipotesis yang
merangsang peserta didik untuk mau mencoba dan mengujinya. Oleh karena itu,
guru mesti membuka berbagai kemungkinan yang dapat dikerjakan peserta didik.
Biarkan peserta didik berbuat dan berpikir sesuai dengan inspirasinya sendiri,
sebab pengetahuan pada dasarnya bersifat subjektif yang bisa dimaknai oleh
setiap peserta didik.
Ketiga, prinsip pembelajaran yang menyenangkan yang dapat
mengembangkan seluruh potensi peserta didik. Seluruh potensi itu hanya mungkin
dapat berkembang manakala mereka terbebas dari rasa takut dan menegangkan.
Oleh karena itu, perlu diupayakan agar proses pembelajaran merupakan proses
yang menyenangkan (joyfull learning). Proses pembelajaran yang menyenangkan
bisa dilakukan, pertama, dengan menata ruangan yang apik dan menarik. Kedua,
melalui pengelolaan pembelajaran yang hidup dan bervariasi, yakni dengan
menggunakan pola dan model pembelajaran, media, dan sumber belajar yang relevan
serta gerakan-gerakan guru yang mampu membangkitkan motivasi belajar peserta
didik.
Keempat, prinsip menantang; proses pembelajaran yang menantang
peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir, yakni merangsang kerja
otak secara maksimal. Kemampuan tersebut dapat ditumbuhkan dengan cara
mengembangkan rasa ingin tahu peserta didik melalui kegiatan mencoba-coba,
berpikir secara intuitif atau bereksplorasi. Apa pun yang diberikan dan
dilakukan guru harus dapat merangsang peserta didik untuk berpikir (learning
how to learn) dan melakukan (learning how to do).
Kelima, motivasi adalah aspek yang sangat penting untuk membelajarkan
peserta didik. Tanpa adanya motivasi, tidak mungkin mereka memiliki kemauan
untuk belajar. Oleh karena itu, membangkitkan motivasi merupakan salah satu
peran dan tugas guru dalam setiap proses pembelajaran. Motivasi dapat diartikan
sebagai dorongan yang memungkinkan peserta didik untuk bertindak atau melakukan
sesuatu.
Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran yang efektif untuk
diterapkan dalam proses pembelajaran kewirausahaan adalah model pembelajaran
yang berdasarkan pada masalah atau model
pembelajaran problem-based learning. Model tersebut menggunakan masalah
dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara
berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang essensial dari materi pelajaran.
B.
Model Pembelajaran Kewirausahaan yang Efesien
Efisien adalah bagaimana menghasilkan sesuatu dengan proses yang
lebih mudah, tepat dan cermat. Proses pembelajaran akan jauh lebih baik jika
memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang
baik pula. Pembelajaran yang efisien cenderung ditandai dengan pola penyebaran
dan pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang sudah ditata secara efisien.
Program pendidikan yang efisien adalah program yang mampu menciptakan
keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan
sehingga upaya pencapaian tujuan tidak mengalami hambatan.
Proses pembelajaran kewirausahaan dapat lebih efisien saat
dilaksanakan dengan menggunakan model pembelajaran yang berdasarkan pada
masalah atau model pembelajaran
problem-based learning. Karena suatu proses pembelajaran yang diawali dari
masalah-masalah yang ditemukan dalam suatu lingkungan, kemudian
mengidentifikasi suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun telaah
kasus, sehingga peserta didik menemukan kebutuhan belajar yang diperlukan agar
mereka dapat memecahkan masalah tersebut dan siswa dapat berpikir kritis dan
terampil memecahkan masalah yang dihadapi.
C.
Model Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan yang Efektif dan Efesien
Pelajaran Kewirausahaan merupakan pelajaran vokasional, yaitu
pelajaran untuk memberikan pengetahuan, sikap dan keterampilan kerja bagi
siswanya. Oleh karena itu, pendidikan kewirausahaan harus dirancang sedemikian
rupa agar dapat memberikan dampak dalam mendorong siswa untuk berjiwa
wirausaha. Pola pembelajaran kewirausahaan minimal mengandung empat unsur (Eman
Suherman, 2008: 29) dalam Citra (2010) ditambah satu unsur (Farzier and Niehm,
2008) dalam Citra (2010), sebagai berikut. Pemikiran yang diisi oleh
pengetahuan tentang nilai-nilai, semangat, jiwa, sikap dan perilaku, agar
peserta didik memiliki pemikiran kewirausahaan. Perasaan, yang diisi oleh
penanaman empatisme sosial-ekonomi, agar peserta didik dapat merasakan
suka-duka berwirausaha dan memperoleh pengalaman empiris dari para wirausaha
terdahulu.
Keterampilan yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk
berwirausaha. Oleh karena itu, dalam konteks ini pembelajaran kewirausahaan
membekali peserta didik dengan teknik produksi dan manajemen. Kesehatan fisik,
mental dan sosial. Sehubungan dengan hal ini, peserta didik hendaknya dibekali
oleh teknik-teknik antisipasi terhadap berbagai hal yang mungkin timbul dalam
berwirausaha baik berupa persoalan, masalah maupun risiko lainnya sebagi
wirausaha. Pengalaman langsung berupa pemagangan atau melakukan aktivitas
didampingi mentor yang kemudian akan dijadikan role model bagi peserta didik.
Pembelajaran kewirausahaan perlu memperhatikan karakteristik atau
ciri-ciri seperti berikut.
Learning by doing artinya bahwa prinsip pembelajaran kewirausahaan
adalah belajar sambil bekerja, sehingga siswa memiliki pengalaman belajar
praktik. Sejauh mungkin apa yang dipelajari di sekolah sama dengan yang akan
dilakukan di dunia kerja, sehingga pengetahuan, sikap dan keterampilan praktik
yang dipelajari tidak berbeda dengan yang akan dilakukan secara riil di
masyarakat. Pengalaman praktik operasional yang dipelajari porsinya lebih besar
dari pada pengetahuan kognitif yang bersifat konseptual.
- INTEGRASI
PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN PADA SETIAP JENJANG PENDIDIKAN
A. Framework
Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan di Setiap Satuan Pendidikan
Pengintegrasian pendidikan kewirausahaan
di dalam setiap satuan pendidikan di dasarkan pada framework yang
disajikan berikut:
Pendidikan kewirausahaan
sebenarnya sudah terakomodasi dalam kurikulum sebelum
ditetapkan Instruksi
Presiden Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1995 tentang Gerakan Nasional
Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan. Sebagai contoh dalam Kurikulum
1984 maupun Kurikulum 1994, namun masih terbatas dalam kelompok Ilmu-Ilmu sosial
terutama dalam Mata pelajaran Ekonomi, dan hasilnya belum maksimal karena masih
pada tataran konsep. Sedangkan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, peserta
didik diharapkan untuk memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan. Kajian
kewirausahaan sebenarnya termasuk kajian yang aplikatif dan perlu praktik
lapangan, namun hal ini hasilnya belum maksimal karena SKL belum mengukur aspek
keterampilan.
Hasil pencermatan SKL, SI
(SK dan KD), setiap satuan pendidikan pada umumnya belum secara eksplisit
terinternalisasi nilai-nilai kewirausahaan, kecuali pada satuan pendidikan di
jenjang SMA dan SMK. Di satuan pendidikan jenjang SMA ada satu Standar
Kompetensi yang terkait dengan kewirausahaan dan koperasi. Sedangkan di SMK,
pendidikan kewirausahaan menjadi satu mata pelajaran tersendiri. Dalam
implementasi pembelajaran sudah ada upaya untuk menumbuhan nilai-nilai kewirausahaan,
namun belum terpogram secara komprehensif. Sebagai suatu contoh, dengan
penggunaan metode diskusi kelompok di dalam pembelajaran akan mampu menumbuhkan
sikap percaya diri dan kerja sama. Adanya kegiatan sekolah yang melibatkan
peserta didik dalam pengelolaan koperasi sekolah, kantin dan bisnis senter diharapkan
mampu menumbuhkan jiwa dan perilaku wirausaha.
C.
Pemetaan Nilai-nilai
Kewirausahaan dan Indikator Keberhasilan di Setiap
Satuan Pendidikan
Satuan Pendidikan
Dilihat
dari teori perkembangan peserta didik terlihat adanya perbedaan karakteristik peserta
didik di setiap jenjang satuan pendidikan. Dengan demikian tentunya nilai-nilai
kewirausahaan dan kompetensi kewirausahaan yang seharusnya dicapai di setiap
satuan pendidikan juga berbeda. Oleh karena itu perlu dilakukan pemetaan
mengenai ruang lingkup nilai-nilai kewirausahaan dan kompetensi kewirausahaan
di setiap satuan pendidikan. Berikut ini adalah rancangan tentang ruang lingkup
nilai-nilai kewirausahaan dan kompetensi
kewirausahaan dari setiap satuan pendidikan mulai dari PAUD/TK, SD/MI/SDLB,
SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan pendidikan Nonformal.
1.
PAUD
Pendidikan anak usia dini merupakan
suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
6 (enam) tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Konsep PAUD dalam kajian
pendidikan kewirausahaan ini tidak mencakup pembinaan anak sejak lahir, namun
dibatasi pada pendidikan anak di jenjang pendidikan Play Group/TK.
Menurut Piaget, anak usia dini masuk dalam tahapan pra-operasional (usia 2-7
Tahun). Anak yang termasuk dalam tahapan pra-operasional, menurut Piaget
memiliki ciri-ciri:
1.
Anak belajar sesuatu objek
dengan menggunakan gambar dan bahasa/kata-kata
2.
Pemikirannya masih bersifat
egosentris
3.
Kesulitan untuk melihat dari
sudut pandang orang lain.
4.
Memiliki pikiran yang sangat
imajinatif di saat ini.
5.
Menganggap setiap benda yang
tidak hidup pun memiliki perasaan.
6.
Kemampuan mengklasifikasikan
objek menggunakan satu ciri.
7.
Kemampuan penalaran intuitif
bukan logis.
Tabel 1: Indikator
Ketercapaian Nilai-nilai Kewirausahaan Jenjang
PAUD/TK
PAUD/TK
NILAI-NILAI KEWIRAUSAHAAN
|
INDIKATOR KETERCAPAIAN
|
||
INDIVIDU
|
KELAS
|
SEKOLAH
|
|
Mandiri
|
Mampu
mengerjakan tugas sendiri Mengambil dan menaruh benda (misal: peralatan
sekolah) pada tempatnya
|
Menciptakan
suasana kelas yang memberi kesempatan pada peserta didik untuk bekerja
mandiri
|
Menciptakan
situasi sekolah yang membangun kemandirian peserta didik
|
Kreatif
|
Membuat
suatu karya tulis/seni dari bahan tersedia di kelas
Mengajukan
pertanyaan setiap melihat sesuatu yang aneh
|
Menciptakan
situasi belajar yang bisamenumbuhkan daya pikir dan bertindak kreatif
Pemberian
tugas yang menantang munculnya karya-karya baru baik yang autentik maupun
modifikasi
|
Menciptakan
situasi sekolah yang menumbuhkan daya berpikir dan bertindak kreatif
|
Berani mengambil resiko
|
Menyukai
pekerjaan yang menantang,
Berani
dan mampu mengambil risiko kerja
|
Menciptakan
situasi belajar yang bisa menumbuhkan anak menyukai pada pekerjaan yang
menantang
Menciptakan
situasi belajar yang bisa menumbuhkan anak berani mengambil resiko kerja
|
Menciptakan
situasi sekolah yang mampu menumbuhkan keberanian anak untuk mengmbil resiko
|
Berorientasi pada tindakan
|
Melakukan
sesuatu yang diketahui
Mengambil
inisiatif untuk bertindak
|
Menciptakan
situasi belajar yang bisa mendorong anak untuk melakukan sesuatu sesuai yang
diperoleh dalam pembelajaran
|
Menciptakan
situasi sekolah yang mampu mendorong anak untuk melakukan sesuatu sesuai
dengan yang dipahami
|
Kepemimpinan
|
Menujukkan
perilaku yang selalu terbuka terhadap saran dan kritik,
Mudah bergaul,
Mampu
bekerjasama dengan teman
Menegur
teman yang dianggap keliru
|
Menciptakan
situasi belajar yang bisa mendorong anak memiliki karakter seorang pemimpin
|
Menciptakan
situasi sekolah yang mampu mendorong anak untuk bertindak seperti seorang pemimpin
|
NILAI-NILAI
KEWIRAUSAHAAN
|
2. SD/MI/SDLB/Paket A
Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan
formal yang melandasi jenjang pendidikan menengah, yang diselenggarakan pada
satuan pendidikan berbentuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk
lain yang sederajat serta menjadi satu kesatuan lanjutan pendidikan pada satuan
pendidikan yang berbentuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsnawiyah, atau
bentuk lain yan sederajat. Menurut Piaget, anak SD atau bentuk lain yang
sederajat masuk dalam tahapan operasional konkrit (7 – 11 Tahun). Anak yang
termasuk dalam tahapan pra–operasional konkrit, menurut Piaget memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
Kemampuan mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri
lainnya. Kemampuan memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut
tampilan, maupun ukuran.
Mulai mempertimbangkan bebe-rapa aspek dari suatu permasalahan
untuk bisa memecahkannya.
Mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah.
Mulai memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda
adalah tidak berhubungan dengan tampilan dari benda-benda tersebut.
Penghilangan sifat egosentrisme
Untuk merancang nilai-nilai kewirausahaan yang bisa diintegrasikan
di tingkat satuan pendidikan dasar, disamping disesuaikan dengan karakteristik
perkembangan anak juga disesuaikan dengan fungsi dan tujuan dari pendidikan
dasar.
a.
Fungsi Pendidikan Dasar
1)
menanamkan dan mengamalkan
nilai-nilai keimanan, akhlak mulia, dan kepribadian luhur;
2)
menanamkan dan mengamalkan
nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air
3)
memberikan dasar-dasar
kemampuan intelektual dalam bentuk kemampuan dan kecakapan membaca, menulis,
dan berhitung;
4)
memberikan pengenalan ilmu
pengetahuan dan teknologi
5)
melatih dan merangsang
kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan,
kehalusan, dan harmoni;
6)
menumbuhkan minat pada
olahraga, kesehatan, dan kebugaran jasmani;
7)
mengembangkan kesiapan fisik
dan mental untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs atau bentuk lain yang
sederajat.
b.
Tujuan Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang:
1)
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur,
2)
berilmu, cakap, kritis,
kreatif dan inovatif,
3)
sehat, mandiri, dan percaya
diri,
4)
toleran, peka sosial,
demokratis dan bertanggung jawab.
Berdasarkan tujuan, fungsi dan ciri-ciri perkembangan peserta
didik pada pendidikan dasar, dapat disusun rancangan nilai-nilai kewirausahaan
yang dapat diintegrasikan dan indikator keberhasilan kewirausahaan pada
pendidikan dasar.
Tabel 2: Indikator Ketercapaian Nilai-nilai Kewirausahaan
Jenjang
SD/MI/SDLB/Paket A
NILAI-NILAI
KEWIRAUSAHAAN
|
3.
SMP/MTs/SMPLB/Paket B
Sekolah menengah pertama adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan
dasar sebagai lanjutan dari SD, MI atau bentuk lain yang sederajat atau
lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SD atau MI. Menurut
Piaget, anak SMP masuk dalam tahapan operasional formal (11 – dewasa). Anak
yang termasuk dalam tahapan operasional formal, menurut piaget memiliki
ciri-ciri:
Kemampuan berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan
menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
Memahami hal-hal seperti bukti logis, dan nilai.
Tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih,
namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Penalaran moral, dan
perkembangan sosial.
Untuk merancang nilai-nilai kewirausahaan yang bisa diintegrasikan
di tingkat satuan pendidikan SMP atau bentuk lain yang sederajat, di samping
disesuaikan dengan karakteristik perkembangan anak juga disesuaikan dengan
fungsi dan tujuan dari pendidikannya.
a.
Fungsi
1)
mengembangkan, menghayati,
dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, akhlak mulia, dan kepribadian luhur yang
telah dikenalinya;
2)
mengembangkan, menghayati,
dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air yang telah
dikenalinya;
3)
mempelajari dasar-dasar ilmu
pengetahuan dan teknologi;
4)
melatih dan mengembangkan
kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan,
kehalusan, dan harmoni;
5)
mengembangkan bakat dan
kemampuan di bidang olahraga, baik untuk kesehatan dan kebugaran jasmani maupun
prestasi, dan mengembangkan kesiapan fisik dan mental untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang pendidikan menengah dan/atau untuk hidup mandiri di
masyarakat.
b.
Tujuan
Pendidikan menengah pertama bertujuan
membangun landasan bagi perkembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang :
1)
beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur;
2)
berilmu, cakap, kritis,
kreatif, dan inovatif;
3)
sehat, mandiri, dan percaya
diri; dan
4)
toleran, peka sosial,
demokratis, dan bertanggung jawab.
Berdasarkan tujuan, fungsi dan ciri-ciri perkembangan peserta
didik SMP atau bentuk lain yang sederajat, dapat disusun rancangan nilai-nilai
kewirausahaan yang dapat diintegrasikan dan indikator keberhasilan pendidikan
kewirausahaan pada pendidikan peserta didik secara individu, kelas, dan
sekolah.
Tabel 3: Indikator Ketercapaian Nilai-nilai Kewirausahaan Jenjang
SMP/MTs/SMPLB/Pakat B
SMP/MTs/SMPLB/Pakat B
NILAI-NILAI
KEWIRAUSAHAAN
|
INDIKATOR
KETERCAPAIAN
|
|||||
NILAI-NILAI
KEWIRAUSAHAAN
|
INDIVIDU
|
KELAS
|
SEKOLAH
|
|||
Berani
mengambil
resiko
|
Menyukai
tugas yang menantang Berani menerima
akibat
dari perbuatannya
sendiri
|
Memberikan
tugas yang
Menantang
kepada peserta
didik
|
Memberikan
peluang agar
peserta
didik mengembangkan
potensi
bisnis
|
|||
Berorientasi
pada
tindakan
|
Mewujudkan
gagasan dengan
Tindakan
Senang berbuat
sesuatu
|
Memberikan
kesempatan
kepada
peserta didik untuk
menerapkan
gagasannya
|
Memberikan
layanan prima untuk mengembangkan gagasannya
|
|||
Kepemimpinan
|
Terbuka
terhadap saran dan kritik
Bersikap
sebagai pemimpin dalam
Kelompok
Membagi tugas dalam kelompok Menjadi role model
|
Menciptakan
situasi bagi peserta didik untuk mengembangkan bakat
kepemimpinan
|
Menciptakan
suasana sekolah yang demokratis
|
|||
Kerja
keras
|
Mengerjakan
tugas pada waktu yang
telah
ditentukan Tidak putus asa
dalam
menghadapi kesulitan belajar Selalu fokus pada pekerjaan atau
pelajaran
|
Menciptakan
situasi agar peserta didik mencari sumber informasi
|
Memfasilitasi
warga sekolah untuk melakukan kegiatan belajar
|
|||
KONSEP
|
Memahami
konsep-konsep
Dasar
kewirausahaan
|
Menciptakan
suasana belajar
yang
kondusif agar memudahkan siswa memahami konsep KWU
|
Memfasilitasi
warga sekolah
agar
siswa menerapkan konsep yang
dipahami
|
|||
SKILL/
KETERAMPILAN
|
Mampu
mengidentifikasi
peluang
usaha Mampu mengalisis
secara
sederhana peluang berserta
resikonya
Mampu merumuskan dan
merancang
usaha bisnis (sederhana) Mampu berlatih membuka usaha
baru
secara berkelompok
|
Menciptakan
suasana kelas
Yang
memberikanmkegiatan-kegiatan yang mengarah ada pencapaian keterampilan tertentu
|
Membudayakan
sekolah untuk
Melakukan
kegiatan kewirausahaan
|
|||
|
NILAI-NILAI
KEWIRAUSAHAAN
|
INDIKATOR
KETERCAPAIAN
|
|||
NILAI-NILAI
KEWIRAUSAHAAN
|
INDIVIDU
|
KELAS
|
SEKOLAH
|
|
Mandiri
|
Tidak
bergantung
pada
orang lain
Mampu
mencari
sumber
belajar
sendiri
Mampu
mengerjakan
tugas
sendiri
|
Menciptakan
suasana
kelas
yang
memberi
kesempatan
pada
peserta
didik
untuk
bekerja
mandiri
|
Menciptakan
situasi
sekolah
yang
membangun
kemandirian
peserta
didik
|
|
Kreatif
|
Mengajukan
pendapat
yang
berkaitan
dengan
tugas
Mengemukakan
gagasan
baru
Mendiskripsikan
konsep
dengan
kata-kata
sendiri
|
Menciptakan
situasi
belajar
yang
bisa
menumbuhkan
daya
pikir dan
bertindak
kreatif
Pemberian
tugas
yang
menantang
munculnya
karya-karya
baru
baik
yang
autentik
maupun
modifikasi
|
Menciptakan
situasi
yang
menumbuhkan
daya
berpikir dan
bertindak
kreatif
|
|
4.
SMA /MA/SMALB/Paket C
Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan pada jalur pedidikan
formal yang merupakan lanjutan pendidikan dasar, berbentuk Sekolah Menengah
Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah Kejuruan
atau bentuk lain yang sederajat. Sekolah menengah atas adalah salah satu bentuk
satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang
pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang
sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SMP atau
MTs. Menurut Piaget, anak SMA/MA/SMALB masuk dalam tahapan operasional formal
(11– dewasa). Anak yang termasuk dalam tahapan pra – operasional konkrit,
menurut piaget memiliki ciri-ciri:
a.
Kemampuan berpikir secara
abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang
tersedia.
b.
Memahami hal-hal seperti
bukti logis, dan nilai.
c.
Tidak melihat segala sesuatu
hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di
antaranya.
d.
Penalaran moral, dan
perkembangan sosial.
Merancang nilai-nilai kewirausahaan yang bisa diintegrasikan
ditingkat satuan pendidikan SMA atau bentuk lain yang sederajat, disamping
disesuaikan dengan karakteristik perkembangan peserta didik juga diseduaikan
dengan fungsi dan tujuan dari Pendidikannya.
a.
Fungsi
1)
Meningkatkan, menghayati,
dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, akhlak mulia, dan kepribadian luhur;
2)
Meningkatkan, menghayati,
dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air;
3)
Mempelajari ilmu pengetahuan
dan teknologi;
4)
Meningkatkan kepekaan dan
kemampuan megapresiasi serta mengekspresikan keindahan, kehalusan, dan harmoni;
5)
Menyalurkan bakat dan
kemampuan di bidang olahraga baik untuk kesehatan dan kebugaran jasmani maupun
prestasi;
6)
Meningkatkan kesiapan fisik
dan mental untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi dan/atau
untuk hidup mandiri di masyarakat
b.
Tujuan
Pendidikan menengah atas bertujuan untuk membentuk peserta didik
menjadi insan yang:
1)
Beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur;
2)
Berilmu, cakap, kritis,
kreatif, dan inovatif;
3)
Sehat, mandiri, dan percaya
diri, dan
4)
Toleran, peka sosial,
demokratis, dan bertanggung jawab
Berdasarkan tujuan, fungsi dan ciri-ciri perkembangan peserta
didik SMA atau bentuk lain yang sederajat, dapat disusun rancangan nilai-nilai
kewirausahaan yang bisa diintegrasikan dan kompetensi kewirausahaan pada
pendidikannya.
Tabel 4: Indikator
Ketercapaian Nilai-nilai Kewirausahaan Jenjang
SMA/MA/SMALB/Paket C
SMA/MA/SMALB/Paket C
NILAI-NILAI
KEWIRAUSAHAAN
|
NILAI-NILAI
KEWIRAUSAHAAN
|
5.
SMK/MAK/Paket C
Sekolah menengah kejuruan
adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan
pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari
SMP/MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang
diakui sama atau setara SMP atau MTs. Menurut Piaget, anak SMK/MAK masuk dalam
tahapan operasional formal (11 – dewasa). Anak yang termasuk dalam tahapan
pra–operasional konkrit, menurut Piaget memiliki ciri-ciri:
Kemampuan berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan
menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Memahami hal-hal seperti bukti
logis, dan nilai.
Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan
putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Penalaran moral, dan
perkembangan sosial.
Merancang nilai-nilai kewirausahaan yang bisa diintegrasikan di
tingkat satuan pendidikan menengah kejuruan disamping disesuaikan dengan
karakteristik perkembangan peserta didik juga disesuaikan dengan fungsi dan
tujuan dari
Pendidikan di SMK atau bentuk lain yang sederajat.
a.
Fungsi
1)
meningkatkan, menghayati,
dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, akhlak mulia, dan keribadian luhur;
2)
meningkatkan, menghayati,
dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air;
3)
membekali peserta didik
dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kecakapan kejuruan para
profesi sesuai dengan kebutuhan masyarakat;
4)
meningkatkan kepekaan dan kemampuan
mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan, kehalusan dan harmoni;
5)
menyalurkan bakat dan
kemampuan di bidang olahraga, baik untuk kesehatan dan kebugaran jasmani maupun
prestasi; dan meningkatkan kesiapan fisik dan mental untuk hidup mandiri di
masyarakat dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi.
b.
Tujuan
Tujuan pendidikan Menengah kejuruan adalah untuk membentuk peserta
didik menjadi insan yang :
1)
Beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur;
2)
Berilmu, cakap, kritis,
kreatif, dan inovatif;
3)
Sehat, mandiri, dan percaya
diri, dan
4)
Toleran, peka sosial,
demokratis, dan bertanggung jawab
Berdasarkan tujuan, fungsi
dan ciri-ciri perkembangan peserta didik SMK atau bentuk lain yang sederajat,
dapat disusun rancangan nilai-nilai kewirausahaan yang bias diintegrasikan dan
kompetensi kewirausahaan pada pendidikannya.
Tabel 5: Indikator Ketercapaian Nilai-nilai Kewirausahaan
Jenjang
SMK/MAK/Paket C
SMK/MAK/Paket C
NILAI-NILAI
KEWIRAUSAHAAN
|
NILAI-NILAI
KEWIRAUSAHAAN
|
D.
Prinsip Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan
Berikut prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan
pendidikan kewirausahaan:
a.
Proses pengembangan nilai-nilai
kewirausahaan merupakan sebuah proses panjang dan berkelanjutan dimulai dari
awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan.
b.
Materi nilai-nilai
kewirausahaan bukanlah bahan ajar biasa. Artinya, nilai-nilai tersebut tidak
dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan
suatu konsep, teori, prosedur, atau pun fakta seperti dalam mata pelajaran
agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, dan sebagainya. Nilai kewirausahaan
diintegrasikan ke dalam setiap mata pelajaran. Pengintegrasian ke dalam mata
pelajaran bisa melalui materi, metode, maupun penilaian.
c.
Dalam pelaksanaan
pembelajaran di kelas, guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada
tetapi menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai
kewirausahaan. Demikian juga, guru tidak harus mengembangkan proses belajar
khusus untuk mengembangkan nilai.
d.
Digunakan metode
pembelajaran aktif dan menyenangkan.
Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai-nilai
kewirausahaan dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Dalam proses
pembelajaran dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa
menyenangkan.
E.
Cara Mengintegrasikan
Pendidikan Kewirausahaan tiap Satuan pendidikan
Pendidikan kewirausahaan bertujuan untuk membentuk manusia secara
utuh (holistik), sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman dan
ketrampilan sebagai wirausaha.
Pada dasarnya, pendidikan
kewirausahaan dapat diimplementasikan secara terpadu dengan kegiatan-kegiatan
pendidikan di sekolah. Pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dilakukan oleh
kepas sekolah, guru, tenaga kependidikan (konselor), peserta didik secara
bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidikan. Pendidikan kewirausahaan
diterapkan ke dalam kurikulum dengan cara mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan
di sekolah yang dapat merealisasikan pendidikan kewirausahaan dan
direalisasikan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini,
program pendidikan kewirausahaan di sekolah dapat diinternalisasikan melalui
berbagai aspek.
1.
Pendidikan Kewirausahaan
Terintegrasi Dalam Seluruh Mata Pelajaran
Yang dimaksud dengan pendidikan kewirausahaan terintegrasi di
dalam proses pembelajaran adalah penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan
ke dalam pembelajaran sehingga hasilnya diperolehnya kesadaran akan pentingnya
nilai-nilai, terbentuknya karakter wirausaha dan pembiasaan nilai-nilai
kewirausahaan ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses
pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua
mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan
peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang
dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan
menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan dan menjadikannya perilaku. Langkah
ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam
pembelajaran di seluruh mata pelajaran yang ada di sekolah. Langkah
pengintegrasian ini bisa dilakukan pada saat menyampaikan materi, melalui
metode pembelajaran maupun melalui sistem penilaian.
Dalam pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan ada banyak nilai
yang dapat ditanamkan pada peserta didik. Apabila semua nilai-nilai
kewirausahaan tersebut harus ditanamkan dengan intensitas yang sama pada semua
mata pelajaran, maka penanaman nilai tersebut menjadi sangat berat. Oleh karena
itu penanaman nilai-nilai kewirausahaan dilakukan secara bertahap dengan cara
memilih sejumlah nilai pokok sebagai pangkal tolak bagi penanaman nilai-nilai
lainnya. Selanjutnya nilai-nilai pokok tersebut diintegrasikan pada semua mata
pelajaran. Dengan demikian setiap mata pelajaran memfokuskan pada penanaman
nilai-nilai pokok tertentu yang paling dekat dengan karakteristik mata
pelajaran yang bersangkutan. Nilai-nilai pokok kewirausahaan yang
diintegrasikan ke semua mata pelajaran pada langkah awal ada 6 nilai pokok
yaitu : mandiri, kreatif pengambil resiko, kepemimpinan, orientasi pada
tindakan dan kerja keras.
Integrasi pendidikan kewirausahaan secara terintegrasi di dalam
mata pelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap perencanaan ini
silabus dan RPP dirancang agar muatan maupun kegiatan pembelajarannya
memfasilitasi untuk mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan. Cara menyusun
silabus yang terintegrsi nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan
mengadaptasi silabus yang telah ada dengan menambahkan satu kolom dalam silabus
untuk mewadahi nilai-nilai kewirausahaan yang akan diintegrasikan. Edangkan
cara menyususn RPP yang terintegrasi dengan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan
dengan cara mengadaptasi RPP yang sudah ada dengan menambahkan pana materi,
langkah-langkah pembelajaran atau penilaian dengan nilai-nilai kewirausahaan.
Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan mengusahakan
agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai kewirausahaan sebagai
milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui
tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan
selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri.
Dengan prinsip ini peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan yang terkait dengan nilai-nilai kewirausahaan. Pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan dalam silabus dan RPP dapat dilakukan melalui langkah-langkah berikut:
Dengan prinsip ini peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan yang terkait dengan nilai-nilai kewirausahaan. Pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan dalam silabus dan RPP dapat dilakukan melalui langkah-langkah berikut:
a.
Mengkaji SK dan KD untuk
menentukan apakah nilai-nilai kewirausahaan sudah tercakup didalamnya.
b.
Mencantumkan nilai-nilai
kewirausahaan yang sudah tercantum di dalam SK dan KD kedalam silabus.
c.
Mengembangkan langkah
pembelajaran peserta didik
aktif yang memungkinkan peserta
didik memiliki kesempatan melakukan integrasi nilai dan menunjukkannya dalam
perilaku.
d.
Memasukkan langkah
pembelajaran aktif yang terintegrasi nilai-nilai kewirausahaan ke dalam RPP
Contoh silabus yang terintegrasi nilai-nilai kewirausaan dapat
dilihat pada lampiran 1, sedangkan RPP yang terintegrasi dengan nilai-nilai
kewirausahaan dapat dilihat pada lampiran 2.
2.
Pendidikan
Kewirausahaan Yang Terpadu Dalam Kegiatan Ekstra Kurikuler
Kegiatan Ekstra Kurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata
pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik
sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang
secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang
berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah. Visi kegiatan ekstra
kurikuler adalah berkembangnya potensi, bakat dan minat secara optimal, serta
tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan peserta didik yang berguna untuk diri
sendiri, keluarga dan masyarakat. Misi ekstra kurikuler adalah (1) menyediakan
sejumlah kegiatan yang dapat dipilih oleh peserta didik sesuai dengan
kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka; (2) menyelenggarakan kegiatan yang
memberikan kesempatan peserta didik mengerpresikan diri secara bebas melalui
kegiatan mandiri atau kelompok.
Beberapa kegiatan ekstra kurikuler yang bisa diberi muatan
pendidikan
kewirausahaan antara lain :
a.
Olah raga,
b.
Seni Budaya,
c.
Kepramukaan,
d.
Pameran,
e.
Dsb
3.
Pendidikan
Kewirausahaan Melalui Pengembangan Diri
Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata
pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan
pengembangan diri merupakan upaya pembentukan karakter termasuk karakter
wirausaha dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan
pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial,
kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kulikuler. Di
samping itu, untuk satuan
pendidikan kejuruan, kegiatan pengembangan diri, khususnya
pelayanan konseling
ditujukan guna pengembangan kreativitas dan karir. Untuk satuan
pendidikan
khusus, pelayanan konseling menekankan peningkatan kecakapan hidup
sesuai
dengan kebutuhan khusus peserta didik.
Pengembangan diri yang dilakukan dalam
bentuk kegiatan pengembangan kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan
sehari-hari peserta didik. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan
kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi dan perkembangan peserta didik,
dengan memperhatikan kondisi sekolah/madrasah.
Pengembangan diri secara khusus
bertujuan menunjang pendidikan peserta didik dalam mengembangkan: bakat, minat,
kreativitas, kompetensi, dan kebiasaan dalam kehidupan, kemampuan kehidupan
keagamaan, kemampuan sosial, kemampuan belajar, wawasan dan perencanaan karir,
kemampuan pemecahan masalah, dan kemandirian. Pengembangan diri meliputi
kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan terprogram direncanakan
secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
pribadinya. Kegiatan tidak terprogram dilaksanakan secara langsung oleh
pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah yang diikuti oleh semua
peserta didik. Dalam program pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan
pendidikan kewirausahaan dapat dilakukan melalui pengintegrasian kedalam
kegiatan sehari-hari sekolah misalnya kegiatan ‘business day’ (bazar, karya
peserta didik, dll)
Dalam program pengembngan diri,
perencanaan dan pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dilakukan melalui pengintegrasian
kedalam kegiatan sehari-hari sekolah yaitu melalui hal-hal sebagai berikut:
a.
Kegiatan rutin Sekolah
Kegiatan rutin
merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan
konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah: upacara setiap hari senin,
upacara pada hari besar kenegaraan. Pada pelaksanaan kegiatan ini dapat
diintegrasikan nilai kewirausahaan (kepemimpinan), dengan cara secara memberi
tugas pada setiap kelas secara bergantian untuk menjadi panitian pelaksana.
Dengan cara ini peserta didik dapat belajar mengkoordinir temantemanya untuk
melaksanakan tugasnya sebagai panitia. Beribadah bersama/sembahyang bersama
setiap dluhur (bagi yang beragama Islam). Dengan kegiatan ini dapat juga
diintegrasikan nilai kewirausahaan kepemimpinan dengan cara melibatkan anak
menjadi imam dan memberi kultum 5-7 menit secar bergantian dengan disusun
jadwal.
b.
Kegiatan spontan
Kegiatan spontan yaitu
kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini
dilakukan biasanya pada saat guru dan tenaga kependidikan yang lain mengetahui
adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik yang harus dikoreksi pada
saat itu juga. Apabila guru mengetahui adanya perilaku dan sikap yang kurang
baik maka pada saat itu juga guru harus melakukan koreksi sehingga peserta
didik tidak akan melakukan tindakan yang tidak baik tersebut. Sebaliknya anak
yang berperilaku baik diberi pujian.
Misalnya: Guru melihat
anak mengkoreksi perilaku teman yang tidak terpuji, maka anak tersebut diberi
pujian (nilai kepemimpinan)
c.
Teladan
Keteladanan adalah
perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam memberikan
contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan
bagi peserta didik untuk mencontohnya. Jika guru dan tenaga kependidikan yang
lain menghendaki agar peserta didik berperilaku dan bersikap sesuai dengan
nilai-nilai kewirausahaan maka guru dan tenaga kependidikan yang lain adalah
orang yang pertama dan utama memberikan contoh bagaimana berperilaku dan
bersikap sesuai dengan nilai-nilai terebut. Misalnya datang di kantor tepat
pada waktunya, bekerja keras, jujur.
d.
Pengkondisian
Untuk mendukung
keterlaksanaan pendidikan kewirausahaan maka sekolah harus dikondisikan sebagai
pendukung kegiatan tersebut. Sekolah harus mencerminkan kehidupan sekolah yang
mencerminkan nilai-nilai kewirausahaan bangsa yang diinginkan. Misalnya sekolah
memiliki business center, hasil kreativitas peserta didik di
pajang, setiap seminggu sekali atau sebulan sekali ada kegiatan ‘business
day’ (bazar, karya peserta didik, dll).
4.
Perubahan Pelaksanaan Pembelajaran
Kewirausahaan Dari konsep/Teori Ke Pembelajaran Praktik Berwirausaha
Dengan cara ini,
pembelajaran kewirausahaan diarahkan pada pencapaian tiga kompetansi yang
meliputi penanaman karakter wirausaha, pemahaman konsep dan skill, dengan bobot
yang lebih besar pada pencapaian kompetensi jiwa dan skill dibandingkan dengan
pemahaman konsep. Dalam struktur kurikulum SMA, pada mata pelajaran ekonomi ada
beberapa Kompetensi Dasar yang terkait langsung dengan pengembangan pendidikan
kewirausahaan. Mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang secara
langsung (eksplisit) mengenalkan nilai-nilai kewirausahaan, dan sampai taraf
tertentu menjadikan peserta didik peduli dan menginternalisasi nilai-nilai
tersebut. Salah satu contoh model pembelajaran kewirausahaan yang mampu
menumbuhkan karakter dan perilaku wirausaha dapat dilakukan dengan cara
mendirikan kantin kejujuran, dsb.
5.
Pengintegrasian Pendidikan
Kewirausahaan Ke Dalam Bahan/Buku Ajar
Bahan/buku ajar
merupakan komponen pembelajaran yang paling berpengaruh terhadap apa yang
sesungguhnya terjadi pada proses pembelajaran. Banyak guru yang mengajar dengan
semata-mata mengikuti urutan penyajian dan kegiatankegiatan pembelajaran (task)
yang telah dirancang oleh penulis buku ajar, tanpa melakukan adaptasi yang
berarti. Penginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan dapat dilakukan ke dalam
bahan ajar baik dalam pemaparan materi, tugas maupun evaluasi.
6.
Pengintegrasian Pendidikan
Kewirausahaan melalui Kutur Sekolah
Budaya/kultur sekolah
adalah suasana kehidupan sekolah dimana peserta didik berinteraksi dengan
sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi
dengan sesamanya, dan antar anggota kelompok masyarakat sekolah.
Pengembangan
nilai-nilai dalam pendidikan kewirausahaan dalam budaya sekolah mencakup
kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, tenaga
administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan mengunakan fasilitas
sekolah, seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin, komitmen dan budaya
berwirausaha di lingkungan sekolah (seluruh warga sekolah melakukan aktivitas
berwirausaha di lngkungan sekolah).
7.
Pengintegrasian Pendidikan
Kewirausahaan melalui Muatan Lokal
Mata pelajaran ini
memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya yang
dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu mata pelajaran
muatan lokal harus memuat karakteristik budaya lokal, keterampilan, nilai-nilai
luhur budaya setempat dan mengangkat permasalahan sosial dan lingkungan yang
pada akhirnya mampu membekali peserta didik dengan keterampilan dasar (life
skill) sebagai bekal dalam kehidupan sehingga dapat menciptakan lapangan
pekerjaan. Contoh anak yang berada di lingkungan sekitar pantai, harus bisa
menangkap potensi lokal sebagai peluang untuk mengelola menjadi produk yang
memiliki nilai tambah, yang kemudian diharapkan anak mampu menjual dalam rangka
untuk memperoleh pendapatan.
a. Integrasi
pendidikan kewirausahaan di dalam mulok, hampir sama dengan integrasi
pendidikan kewirausahaan terintegrasi di dalam mata pelajaran dilaksanakan
mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua
mata pelajaran. Pada tahap perencanaan ini, RPP dirancang agar muatan maupun
kegiatan pembelajarannya MULOK memfasilitasi untuk mengintegrasikan nilai-nilai
kewirausahaan. Cara menyusun RPP MULOK
yang terintegrasi dengan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan cara
mengadaptasi RPP MULOK yang sudah ada dengan menambahkan pada materi,
langkah-langkah pembelajaran atau penilaian dengan nilai-nilai kewirausahaan.
Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan
mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai kewirausahaan
sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya
melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan
selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip
ini peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat.
Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam
melakukan kegiatan yang terkait dengan nilai-nilai kewirausahaan.
F.
Penilaian Pendidikan
Kewirausahaan
Penilaian adalah sebuah proses yang berkelanjutan untuk mendeteksi
kekuatan dan kelamahan peserta didik dalam aspek karakter, skill, dan
pengetahuan. Setiap tahapan proses belajar dapat terjadi proses penilaian.
Misalnya, tahapan eksplorasi peserta didik dinilai tentang kemampuan merancang
alat pencatan data, kemampuan melihat peluang, mengambil kesimpulan, dan pada
saat action dapat dilihat tentang kerjasamanya, ketepatan waktu, keterampilan
mengelola bahan. Pada tahapan komunikasi dinilai kemampuan menjelaskan tentang
materi pelajaran, kemampuan persuasifnya, dan sikap menghargai lawan bicaranya.
Rancangan penilaian kemampuan peserta didik dalam endidikan kewirausahaan di setiap satuan
pendidikan adalah sebagai berikut:
Di tingkat PAUD/TK dan SD/MI/SDLB/Paket A diintegrasikan dalam mata
pelajaran-mata pelajaran yang ada. Di tingkat SMP/MTs/SMPLB/Paket B dan
SMA/MA/SMALB bisa diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran atau terwujud
dalam kegiatan life skills, maupun dalam muatan lokal/ekstrakurikuler. Sedangkan
di tingkat SMK/Paket C, ada beberapa model pendidikan kewirusahaan, maka
penilaiannya dapat terintegrasi pada semua mata pelajaran, terwujud dalam
kegiatan life skills, muatan lokal/ekstrakurikuler, serta melekat pada mata
pelajaran. Penilaian pendidikan kewirausahaan didasarkan pada rubrik-rubrik
yang mencakup aspek pemahaman (kognitif), aspek afektif dan keterampilan
mengorganisir.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan mengenai pembelajaran kewirausahaan
yang efektif dan efisien, dapat disimpulkan sebagai berikut. Pembelajaran
kewirausahaan merupakan upaya untuk mempelajari tentang nilai, kemampuan dan
perilaku seseorang dalam berkreasi dan inovasi yang diwujudkan dalam bentuk
sikap. Pembelajaran yang efektif dan efisien adalah pembelajaran yang sesuai
dengan tujuan seperti yang telah ditetapkan dan tepat atau mampu menyelesaikan
proses pembelajaran dengan tepat dan cermat, berdaya guna, serta bertepat guna.
Pengajaran berdasarkan masalah merupakan yang efektif untuk pengajaran proses
berpikir tingkat tinggi. Sehingga proses pembelajaran kewirausahaan dengan
menggunakan model pembelajaran problem-based learning akan lebih efektif dan
efisien. Pendidikan kewirausahan di setiap satuan pendidikan mulai dari
PAUD/TK, SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMK/SMALB, dan PNF, perlu segera
dilaksanakan mengingat pembelajaran yang selama ini dilakukan belum mampu
membentu karakter dan perilaku wirausaha. Suatu bangsa akan maju apabila jumlah
karakter dan perilaku wirausaha, karena
dengan memiliki karakter dan perilaku sebagi seorang yang mandiri, kreatif,
berorientasi pada tindakan.Disamping itu, pelaksanan pendidikan kewirausahaan
mulai dari PAUD, SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMK/SMALB, dan PNF,
merupakan suatu hal yang tidak bertentangan dengan:
1. Butir-butir kebijakan nasional dalam bidang pendidikan yang
terdapat dalam dokumen RPJMN 2010 - 2014, yang telah menetapkan sebanyak 6
substansi inti program aksi bidang pendidikan sebagaimana yang disajikan dalam
cuplikan dokumen Ilustrasi 1: Substansi Inti Program Aksi Bidang Pendidikan RPJMN
Tahun 2010 – 2014, Prioritas 2: Bidang Pendidikan menyatakan bahwa
peningkatan Akses pendidikan yang berkualitas, terjangkau, relevan, dan efisien
menuju terangkatnya kesejahteraan hidup rakyat, kemandirian, keluhuran budi
pekerti, dan karakter bangsa yang kuat. Dengan demikian pembangunan bidang
pendidikan diarahkan demi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang didukung
keselarasan antara ketersediaan tenaga terdidik dengan kemampuan: 1)
menciptakan lapangan kerja atau kewirausahaan, 2) menjawab tantangan kebutuhan
tenaga kerja. Untuk itu, substansi inti program aksi bidang kependidikan yang terkait
dengan pendidikan kewirausahaan adalah penataan ulang kurikulum sekolah yang dibagi
menjadi kurikulum tingkat nasional, daerah, dan sekolah sehingga dapat mendorong
penciptaan hasil didik yang mampu menjawab keutuhan SDM untuk mendukung
pertumbuhan nasional dan daerah dengan memasukan pendidikan kewirausahaan
(diantaranya dengan mengembangkan model (link and match).
2. Undang-undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 3, menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
DAFTAR
PUSTAKA
Kementrian Pendidikan Nasional Bandan Penelitian dan Pengembangan
Pusat Kurikulum. 2010. Pengembangan Pendidikan kewirausahaan. Jakarta.