MODEL
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN YANG EFEKTIF DAN EFISIEN DENGAN PENGEMBANGAN MODEL LINK AND
MATCH
Oleh
ERINE NURMAULIDYA
NPM : 1123031014
Dosen : Dr. R. Gunawan S, S.E, M.M
MK : Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan; MPS- 524
Megister Pendidikan IPS
Megister Pendidikan IPS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR
LAMPNG
2012
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT, hanya kepadanya
kita memohon ampunan dan perlindungan dan tak lupa syukur atas segala nikmat
yang di berikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas kompetensi
2 yang membahas topik “Model pelaksanaan pembelajaran kewirausahaan yang
efektif dan efisien”. Penyusunan tugas makalah ini bertujuan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Statistik Aplikasi Penelitian Program Pascasarjana ( S2 )
MPS-512 semester 2 angkatan 2011. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat
dan menambah wawasan tentang ilmu statistik bagi penulis juga pembaca. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan maka dari itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sehingga bisa diperbaiki dikemudian hari.
Bandar Lampung, 16 Mei 2012
Erine Nurmaulidya
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, menyatakan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Fungsi
dan tujuan diatas, menunjukkan bahwa pendidikan disetiap satuan pendidikan
harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Permasalahannya
adalah apakah pendidikan di masing-masing satuan pendidikan telah
diselenggarakan dengan baik, dan mencapai hasil seperti yang diharapkan. Untuk
melihat mutu penyelenggaraan pendidikan dapat dilihat dari beberapa indicator.
Beberapa indicator mutu hasil pendidikan yang selama ini digunakan diantaranya
adalah Ujian Nasional (UN), persentase kelulusan, angka drop out (DO), angka
mengulang kelas, presentase lulusan yang melanjutkan ke jenjang pendidikan di
atasnya. Indikator-indikator tersebut cenderung bernuansa kuantitatif, mudah
pengukurannya dan bersifat universal. Di samping indikator kuantitatif,
indikator mutu hasil pendidikan lainnya yang sangat penting untuk dicapai
adalah indikator kualitatif yang meliputi: beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Indikator
kualitatif tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik dan
berkaitan dengan pembentukan sikap serta ketrampilan/skill berwirausaha peserta
didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun, memiliki sikap
dan ketrampilan/skill berwirausaha.
Berdasarkan
penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000),
ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan
kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri
dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya
ditentukan sekitar 20% oleh hard skill dan sisanya 80% oleh soft skill. Bahkan
orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung
kemampuan soft skill dari pada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu
pendidikan karakter termasuk karakter kewirausahaan peserta didik sangat
penting untuk segera ditingkatkan. Sehubungan dengan hal tersebut, peningkatan
mutu pembelajaran dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar perlu
dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Hasil Studi Cepat tentang
pendidikan kewirausahaan pada pendidikan dasar dan menengah yang dilakukan oleh
Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan (27 Mei 2010) diperoleh
informasi bahwa pendidikan kewirausahaan mampu menghasilkan persepsi positif
akan profesi sebagai wirausaha. Bukti ini merata ditemukan baik di tingkat
sekolah dasar, menengah pertama, maupun menengah atas, bahwa peserta didik di
sekolah yang memberikan pendidikan kewirausahaan memberikan persepsi yang
positif akan profesi wirausaha. Persepsi positif tersebut akan memberi dampak
yang sangat berarti bagi usaha penciptaan dan pengembangan wirausaha maupun
usaha-usaha baru yang sangat diperlukan bagi kemajuan Indonesia.
Berkaitan
dengan ketercapaian tujuan pendidikan nasional terutama yang mengarah pada
pembentukan karakter yang terkait dengan pembentukan sikap dan perilaku
wirausaha peserta didik, selama ini belum dapat diketahui secara pasti. Hal ini
mengingat pengukurannya cenderung bersifat kualitatif, dan belum ada standar
nasional untuk menilainya. Berdasarkan realita, menurut Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), proyeksi angka pengangguran pada 2009 ini naik
menjadi 9% dari angka pengangguran 2008 sebesar 8,5%. Berdasar data Badan Pusat
Statistik (BPS), jumlah penganggur pada Februari 2008 telah tercatat sebesar
9,43 juta orang. Sementara jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari
2008 mencapai 111,48 juta orang. Untuk mengurangi angka pengangguran, salah
satu cara yang bisa dilakukan adalah perlu dikembangkannya karakter kewirausahaan
sedini mungkin, karena suatu bangsa akan maju apabila jumlah wirausahanya
paling sedikit 2% dari jumlah penduduk. Pada tahun 2007, jumlah wirusaha di
Singapura ada sebesar 7,2%, Amerika Serikat 2,14%, Indonesia yang mana jumlah
penduduknya kurang lebih sebesar 220 juta, jumlah wirausahanya sebanyak 400.000
orang (0,18%), yang seharusnya sebesar 4.400.000 orang. Berarti jumlah
wirausaha di Indonesia kekurangan sebesar 4 Juta orang.
Berdasarkan
kenyataan yang ada, pendidikan kewirausahaan di Indonesia masih kurang
memperoleh perhatian yang cukup memadai, baik oleh dunia pendidikan maupun
masyarakat. Banyak pendidik yang kurang memperhatikan penumbuhan karakter dan
perilaku wirausaha peserta didik, baik di sekolah-sekolah kejuruan, maupun di
pendidikan profesional. Orientasi mereka, pada umumnya hanya pada menyiapkan
tenaga kerja. Untuk itu, perlu dicari penyelesaiannya, bagaimana pendidikan
dapat berperan untuk mengubah manusia menjadi manusia yang memiliki karakter
dan atau perilaku wirausaha. Untuk mencapai hal tersebut bekal apa yang perlu
diberikan kepada peserta didik agar memiliki karakter dan atau perilaku
wirausaha yang tangguh, sehingga nantinya akan dapat menjadi manusia yang jika
bekerja di kantor akan akan menjadi tenaga kerja yang mandiri kerja dan jika
tidak bekerja di kantor akan menjadi manusia yang mampu menciptakan lapangan
perkerjaan minimal bagi dirinya sendiri.
Terlepas
dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat
dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum
(KTSP), pendidikan kewirausahaan juga termasuk dalam materi yang harus
diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan
sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan kewirausahaan di sekolah selama ini
baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada
tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Di
samping itu, berlakunya sistem desentralisasi berpengaruh pada berbagai tatanan
kehidupan, termasuk pada manajemen pendidikan yaitu manajemen yang memberi
kebebasan kepada pengelolaan pendidikan. Adanya kebebasan dalam pengelolaan
pendidikan diharapkan mampu menemukan strategi pengelolaan pendidikan yang
lebih baik sehingga mampu menghasilkan output pendidikan yang berkualitas baik
dilihat dari kualitas akademik maupun non akademik. Kualitas akademik yang
dimaksud adalah kualitas peserta didik yang terkait dengan bidang ilmu,
sedangkan kualitas non akademik berkaitan dengan kemandirian untuk mampu bekerja
di kantor dan membuka usaha/lapangan kerja sendiri. Dengan kata lain lulusan
pendidikan diharapkan memiliki karakter dan perilaku wirausaha yang tinggi.
Engkoswara
(1999), menyatakan bahwa kehidupan manusia Indonesia menjelang tahun 2020 akan
semakin membaik dan dinamik. Untuk itu kualitas lulusan dituntut memiliki
kemampuan kemandirian yang tangguh agar dapat menghadapi tantangan, ancaman,
hambatan yang diakibatkan terjadinya perubahan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa
tantangan yang terjadi pada era Global adalah semakin menipisnya kualitas
kemandirian manusia Indonesia. Krisis yang melanda Indonesia yang multidimensi
mengakibatkan budaya bangsa semakin memudar, yaitu terjadinya degradasi moral
spiritual, semangat berusaha dan bekerja yang semakin melemah, kreativitas yang
semakin mengerdil dan menjurus ke arah yang negatif. Melalui pengembangan
individu diharapkan secara keseluruhan masyarakat akan mengalami “self
empowering” untuk lebih kreatif dan inovatif. Kecenderungan terjadinya
perubahan tidak dapat dihindari semua pihak, baik individu, kelompok
masyarakat, bangsa, maupun negara, sehingga dituntut untuk lebih memfokuskan
diri pada penyusunan rencana strategik dengan visi yang jauh ke depan agar siap
menghadapi setiap perubahan. Realita yang ada, banyak lulusan pendidikan yang
tidak mampu mengisi lowongan pekerjaan karena ketidak cocokan antara kemampuan
yang dimiliki dengan kemampuan yang dibutuhkan dunia kerja. Disamping itu
penyerapan tenaga kerja oleh instansi pemerintah maupun swasta yang sangat
terbatas, akan memberi dampak jumlah tingkat pengangguran akan meningkat pada
setiap tahunnya.
Kualitas
pendidikan harus terus menerus ditingkatkan. Kualitas pendidikan terkait dengan
kualitas proses dan produk. Kualitas proses dapat dicapai apabila proses
pembelajaran berlangsung secara efektif dan peserta didik dapat menghayati dan
menjalani proses pembelajaran tersebut secara bermakna. Kualitas produk
tercapai apabila peserta didik menunjukkan tingkat penguasaan yang tinggi
terhadap tugas-tugas belajar sesuai dengan kebutuhannya dalam kehidupan dan
tuntutan dunia kerja. Dengan demikian untuk mencapai kemampuan di atas perlu
dikembangkan model pendidikan kewirausahaan mulai dari jenjang pendidikan usia
dini hingga pendidikan menengah yang mampu menumbuhkan karakter dan perilaku
wirausaha pada peserta didik.
B. Kebijakan Terkait dengan Pendidikan
Kewirausahaan
Pengintegrasian
pendidikan kewirausahaan pada setiap satuan pendidikan mulai dari pendidikan
usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang menjadi focus pada
naskah kajian ini didasarkan pada butir-butir kebijakan nasional dalam bidang
pendidikan yang terdapat dalam dokumen:
1.
RPJMN
2010-2014
RPJMN
2010 - 2014, telah menetapkan sebanyak 6 substansi inti program aksi bidang
pendidikan sebagaimana yang disajikan dalam cuplikan dokumen berikut: Ilustrasi 1: Substansi Inti Program Aksi
Bidang Pendidikan RPJMN Tahun 2010 – 2014.
Prioritas
2: Pendidikan
Peningkatan
Akses pendidikan yang berkualitas, terjangkau, relevan, dan efisien menuju terangkatnya
kesejahteraan hidup rakyat, kemandirian, keluhuran budi pekerti, dan karakter
bangsa yang kuat. Pembangunan bidang pendidikan diarahkan demi tercapainya
pertumbuhan ekonomi yang didukung keselarasan antara ketersediaan tenaga
terdidik dengan kemampuan:
1)
menciptakan lapangan kerja atau kewirausahaan,
2)
menjawab tantangan kebutuhan tenaga kerja.
Oleh
karena itu, substansi inti program aksi bidang kependidikan yang terkait dengan
pendidikan kewirausahaan adalah sebagai berikut: Kurikulum: Penataan ulang
kurikulum sekolah yang dibagi menjadi kurikulum tingkat nasional, daerah, dan
sekolah sehingga dapat mendorong penciptaan hasil didik yang mampu menjawab
keutuhan SDM untuk mendukung pertumbuhan nasional dan daerah dengan memasukan
pendidikan kewirausahaan (diantaranya dengan mengembangkan model (link and
match).
2. Visi Departemen/Kementerian
Pendidikan Nasional
Visi
Departemen/Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2025 adalah Menghasilkan Insan
Indonesia yang Cerdas dan Kompetitif (Insan Kamil/Insan Paripurna). Sementara
Visi Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2014 adalah terselenggaranya layanan
prima pendidikan nasional yaitu layanan pendidikan yang tersedia secara merata
di seluruh pelosok nusantara, terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat,
berkualitas dan relevan dengan kebutuhan kehidupan bermasyarakat, dunia usaha
dan dunia industri, setara bagi warga negara Indonesia dalam memperoleh
pendidikan berkualitas dengan memperhatikan keberagaman latar belakang
sosial-budaya, ekonomi, geografi, dan sebagainya, dan memberikan kepastian bagi
warga negara Indonesia untuk mengenyam pendidikan dan menyesuaikan diri dengan
tuntutan masyarakat, dunia usaha dan dunia industri.
3.
Misi Departemen
Pendidikan Nasional
Untuk mencapai Visi Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2014,
dan Misi Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2010-2014 dikemas dalam ”Misi
5K” yaitu: M1-Meningkatkan Ketersediaan Layanan Pendidikan, M2-Memperluas
Keterjangkauan Layanan Pendidikan, M3-Meningkatkan Kualitas/Mutu dan Relevansi
Layanan Pendidikan, M4-Mewujudkan Kesetaraan dalam Memperoleh Layanan
Pendidikan, dan M5-Menjamin Kepastian Memperoleh Layanan Pendidikan.
4. Arah Kebijakan Pembangunan
Pendidikan Nasional Tahun 2010-2014
a)
Arah kebijakan pembangunan
pendidikan nasional dimaksudkan untuk penerapan metodologi pendidikan akhlak
mulia dan karakter bangsa termasuk karakter wirausaha. Realita di lapangan,
sistem pembelajaran saat ini belum sepenuhnya secara efektif membangun peserta
didik memiliki akhlak mulia dan karakter bangsa termasuk karakter wirausaha.
Hal ini antara lain ditunjukkan dengan jumlah pengangguran yang relatif tinggi,
jumlah wirausaha yang masih relatif sedikit, dan terjadinya degradasi moral.
Kebijakan untuk menanggulangi masalah ini terutama masalah yang terkait dengan
kewirausahaan antara lain dapat dilakukan dengan cara: menanamkan pendidikan
kewirausahaan ke dalam semua mata pelajaran, bahan ajar, ekstrakurikuler,
maupun pengembangan diri,
b)
mengembangkan kurikulum
pendidikan yang memberikan muatan pendidikan kewirausahaan yang mampu
meningkatkan pemahaman tentang kewirausahaan, menumbuhkan karakter dan ketrampilan/skill
berwirausaha,
c)
menumbuhkan budaya
berwirausaha di lingkungan sekolah.
C.
Landasan Pengembangan
1.
Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945 Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan landasan
filosofis serta berbagai prinsip dasar dalam pembangunan pendidikan.
Berdasarkan landasan filosofis tersebut, sistem pendidikan nasional menempatkan
peserta didik sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan
segala fitrahnya dengan tugas memimpin kehidupan yang berharkat dan bermartabat
dan menjadi manusia yang bermoral, berbudi luhur, mandiri, kreatif, inovatif
dan berakhlak mulia.
2.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3Dalam Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003, tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3 ditegaskan bahwa: “Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.
3.
Instruksi Presiden No. 4 Tahun 1995 tentang
Gerakan Nasional Memasyakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan. Ini memberikan
arah dalam melaksanakan gerakan memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan
di sektor masing- masing sesuai dengan tugas, kewenangan dan tanggung jawabnya
dibawah koordinasi Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil. Melalui
gerakan ini diharapkan budaya kewirausahaan akan menjadi bagian dari etos kerja
masyarakat dan bangsa sehingga dapat melahirkan wirausahawan-wirausahawan baru
yang handal, tangguh dan mandiri.
4.
Surat Keputusan Bersama
Menteri Negara Koperasi dan UKM dan Menteri Pendidikan Nasional No.
02/SKB/MENEG/VI/2000 dan No. 4/U/SKB/2000 tertanggal 29 Juni 2000 tentang
Pendidikan Perkoperasian dan Kewirausahaan. Tujuan dari SKB adalah (a)
memasyrakatkan dan mengembangkan perkoperasian dan kewirausahaan melalui
pendidikan, (b) menyiapkan kader-kader koperasi dan wirausaha yang profesional,
(c) menumbuhkembangkan koperasi, usaha kecil, dan menengah untuk menjadi pelaku
ekonomi yang tangguh dan profesional dalam tatanan ekonomi kerakyatan.
5.
Pidato Presiden pada
Nasional Summit Tahun 2010 telah mengamanatkan perlunya penggalakan jiwa
kewirausahaan dan metodologi pendidikan yang lebih mengembangkan kewirausahaan.
6.
Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional No. 63 Tahun 2009 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan, Pasal 4 butir
(d) kreativitas dan inovasi dalam menjalani kehidupan, butir (e) tingkat
kemandirian serta daya saing, dan butir (f) kemampuan untuk menjamin
keberlanjutan diri dan lingkungannya.
Penyelenggaraan
pendidikan didasarkan pada beberapa paradigma universal, maka dari itu perlu
diperhatikan peserta didik sebagai subjek merupakan penghargaan terhadaP
peserta didik sebagai manusia yang utuh. Peserta didik memiliki hak untuk
mengaktualisasikan dirinya secara optimal dalam aspek kecerdasan intelektual,
spiritual, sosial, dan kinestetik. Paradigma ini merupakan fondasi dari
pendidikan kreatif yang mengidamkan peserta didik menjadi subyek pembelajar
sepanjang hayat yang mandiri bertanggung jawab, kreatif, inovatif, dan memiliki
karakter wirausaha.
D.
Tujuan Program
Pendidikan Kewirausahaan
Program pendidikan
kewirausahaan di sekolah bertujuan untuk:
1. Memperkuat pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
yang berlaku saat ini (the existing curriculum ) di setiap satuan
pendidikan mulai dari pendidikan usia dini sampai dengan sekolah menengah atas
dan Pendidikan Nonformal (PNF) dengan cara memperkuat metode pembelajaran dan
mengintegrasikan pendidikan kewirausahaan.
2. Mengkaji Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan dan kurikulum
mulai dari pendidikan usia dini hingga pendidikan menengah atas serta
pendidikan non formal dalam rangka pemetaan ruang lingkup kompetensi lulusan
yang terkait dengan pendidikan kewirausahaan.
3. Merumuskan rancangan pendidikan kewirausahaan di setiap satuan
pendidikan mulai dari pendidikan usia dini hingga pendidikan menengah atas
serta pendidikan non formal.
E.
Ruang Lingkup Program
Pendidikan Kewirausahaan
Sasaran program pendidikan kewirausahaan adalah satuan pendidikan
mulai dari pendidikan usia dini hingga pendidikan menengah atas serta
pendidikan non formal. Melalui program ini diharapkan lulusan peserta didik
pada semua jenis dan jenjang pendidikan, dan warga sekolah yang lain memiliki
jiwa dan spirit wirausaha.
F.
Hasil
yang Diharapkan
Dari seluruh rangkaian proses penyusunan panduan pendidikan
kewirausahaan
diharapkan dapat menghasilkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Terwujudnya seperangkat pemetaan yang memuat nilai-nilai
kewirausahaan dan indikator keberhasilan kewirausahaan peserta didik pada
setiap satuan pendidikan mulai dari jenjang pendidikan usia dini hingga
pendidikan menengah dan non formal.
2. Terwujudnya rancangan dan contoh pengintegrasian pendidikan
kewirausahaan pada setiap satuan pendidikan mulai dari jenjang pendidikan usia
dini hingga pendidikan menengah dan non formal.
3. Terwujutnya contoh silabus dan RPP yang terintegrasi dengan
pendidikan kewirausahaan dan model pembelajaran yang efektif dan efisien.
II.
PEMBAHASAN
A. Prinsip Pengembangan
Pendidikan Kewirausahaan
Berikut
prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan:
1.
Proses pengembangan
nilai-nilai kewirausahaan merupakan sebuah proses panjang dan berkelanjutan
dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan
pendidikan.
2.
Materi nilai-nilai
kewirausahaan bukanlah bahan ajar biasa. Artinya, nilai-nilai tersebut tidak
dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan
suatu konsep, teori, prosedur, atau pun fakta seperti dalam mata pelajaran
agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, dan sebagainya. Nilai kewirausahaan
diintegrasikan ke dalam setiap mata pelajaran. Pengintegrasian ke dalam mata
pelajaran bisa melalui materi, metode, maupun penilaian.
3.
Dalam pelaksanaan
pembelajaran di kelas, guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada
tetapi menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai
kewirausahaan. Demikian juga, guru tidak harus mengembangkan proses belajar
khusus untuk mengembangkan nilai.
4.
Digunakan metode
pembelajaran aktif, efektif dan menyenangkan.Prinsip ini menyatakan bahwa
proses pendidikan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan oleh peserta didik bukan
oleh guru. Dalam proses pembelajaran dilakukan dalam suasana belajar yang
menimbulkan rasa menyenangkan.
B. Cara Mengintegrasikan
Pendidikan Kewirausahaan tiap Satuan pendidikan
Pendidikan kewirausahaan bertujuan untuk membentuk manusia secara
utuh (holistik), sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman dan
ketrampilan sebagai wirausaha. Pada dasarnya, pendidikan kewirausahaan dapat
diimplementasikan secara terpadu dengan kegiatan-kegiatan pendidikan di
sekolah. Pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dilakukan oleh kepas sekolah,
guru, tenaga kependidikan (konselor), peserta didik secara bersama-sama sebagai
suatu komunitas pendidikan. Pendidikan kewirausahaan diterapkan ke dalam
kurikulum dengan cara mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan di sekolah yang
dapat merealisasikan pendidikan kewirausahaan dan direalisasikan peserta didik
dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, program pendidikan kewirausahaan di
sekolah dapat diinternalisasikan melalui berbagai aspek.
Butir-butir kebijakan nasional dalam bidang pendidikan yang
terdapat dalam dokumen RPJMN 2010 - 2014, yang telah menetapkan sebanyak 6
substansi inti program aksi bidang pendidikan sebagaimana yang disajikan dalam
cuplikan dokumen Ilustrasi 1: Substansi Inti Program Aksi Bidang Pendidikan
RPJMN Tahun 2010 – 2014, Prioritas 2: Bidang Pendidikan menyatakan bahwa
peningkatan Akses pendidikan yang berkualitas, terjangkau, relevan, dan efisien
menuju terangkatnya kesejahteraan hidup rakyat, kemandirian, keluhuran budi
pekerti, dan karakter bangsa yang kuat. Dengan demikian pembangunan bidang
pendidikan diarahkan demi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang didukung
keselarasan antara ketersediaan tenaga terdidik dengan kemampuan: 1)
menciptakan lapangan kerja atau kewirausahaan, 2) menjawab tantangan kebutuhan
tenaga kerja. Untuk itu, substansi inti program aksi bidang kependidikan yang
terkait dengan pendidikan kewirausahaan adalah penataan ulang kurikulum sekolah
yang dibagi menjadi kurikulum tingkat nasional, daerah, dan sekolah sehingga
dapat mendorong penciptaan hasil didik yang mampu menjawab keutuhan SDM untuk
mendukung pertumbuhan nasional dan daerah dengan memasukan pendidikan
kewirausahaan (diantaranya dengan mengembangkan model (link and match).
C. Model pelaksanaan
pembelajaran kewirausahaan yang efektif dan efisien yaitu menggunakan
Pengembangan Model Link and Match
Link secara harfiah berarti pertautan, keterkaitan, atau hubungan
interaktif, dan Match berarti kecocokan. Pada dasarnya, link and match merujuk
pada kebutuhan (needs, demands). Kebutuhan dalam pembangunan sangat luas,
bersifat multidimensional, dan multisektoral, mulai dari kebutuhan peserta
didik sendiri, kebutuhan keluarganya, kebutuhan untuk pembinaan warga
masyarakat dan warganegara yang baik, dan sampai ke kebutuhan dunia kerja.Dari
perspektif ini, link menunjuk pada proses, yang berarti bahwa proses pendidikan
selayaknya sesuai dengan kebutuhan pembangunan, sehingga hasilnya pun
cocok(match) dengan kebutuhan tersebut, baik dari segi jumlah, mutu, jenis,
kualifikasi dan bahkan waktunya. Konsep link and match pada dasarnya adalah supplay-demand
dalam arti luas, yaitu dunia pendidikan sebagai penyiapan SDM, dan individu,
masyarakat, serta dunia kerja sebagai pihak yang membutuhkan. Ada empat aspek
kebutuhan yang perlu diantisipasi oleh pendidikan, yaitu:
(a) kebutuhan pribdai atau individu,
(b) kebutuhan keluarga,
(c) kebutuhan masyarakt/bangsa, dan
(d) kebutuhan dunia kerja atau duniausaha.
Untuk menciptakan link and mach antara pendidikan dan dunia kerja/
usaha/industri,diperlukan usaha-usaha secara reciprocal antara kedua pihak.
Dunia kerja/usaha/idustri dituntut untuk lebih membuka diri terhadap
pendidikan, baik dalam arti sikap maupun tindakan nyata termasuk menjadi
menjadi tempat magang dan praktek lapangan bagi para peserta didik. Di pihak
lain, dunia pendidikan dituntut untuk melakukan konsolidasi mulai tahap
perencanaan sampai implementasi dan evaluasinyasehingga kebijakan ini mempunyai
arti yang maksimal, sesuai dengan tujuannya.Adapun strategi dasar implementasi
untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam link and match adalah 1. Menggiatkan kunjungan lapangan dan praktek lapangan sebagai
bagian integral kurikulum
2. Meningkatkan program magang di dunia usaha/industry
3. Meningkatkan jumlah dan mutu sarana, prasarana, dan tenaga
4. Meningkatkan daya tarik SMK sebagai pilihan yang mempunyai
prospek yang baik untuk masa depan.
Pendidikan Sistem Ganda Pendidikan
Sistem Ganda (PSG) yang digulirkan sejak tahun ajaran 1994/1995, bertujuan
untuk menggeser pendidikan kejuruan dari model konvensional (model sekolah)
menuju model PSG, perubahan yang mendasar (reformasi) ini membutuhkan
perubahan-perubahan dalam sistem, budaya dan pelakunya. Menyadari hal ini, Dit.
Dikmenjur terus melakukan perbaikan-perbaikan baik SMK, konsep, program serta
operasionalisasinya melalui berbagai intervensi yang terencana-mulai dari
pengarahan, pembimbingan, dukungan, kontrol dan tindakan turun langsung ke
lapangan-terhadap proses maupun hasil kinerja PSG.Keberhasilan akhir PSG
dinilai dari sejauh mana tamatan cepat mendapat pekerjaanyang relevan dengan
pendidikan, penghasilan, efisiensi, pengembangan diri ditempat kerja dan
kesempatan lebih lanjut. Dengan harapan, investasi di PSG semestinya memberikan
social and private rate of return yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
investasi di model konvensional.Hasil akhir ini memang belum maksimal mengingat
PSG belum lama diberlakukan, hasil evaluasi proses PSG menunjukkan bahwa
umumnya dunia kerja/usaha/industri menanggapi secara positif.
Dengan mempelajari kemampuan kerja nyata
(riil) siswa memiliki bekal memasuki lapangan kerja tertentu. Masalah yang
memerlukan kajian lebih dalam adalah masalah pembiayaan. Umumnya dunia
kerja/usaha/industri membiayaisiswa selama praktik kerja di dunia
kerja/usaha/industri, tetapi masih ada dunia kerja/usaha/industri yang menarik
biaya dari siswa. Semestinya hal ini tidak terjadi, karena betapapun kecilnya
para siswa juga memberikan kontribusi pikiran,usaha, ketrampilan, energi dan
sebagainya kepada dunia usaha/industri.Pendidikan Sistem Ganda (PSG) mengandung
pengertian bahwa pelaksanaan pendidikan di kejuruan sejak penerimaan siswa baru
sampai siswa selesai belajar dilaksanakan secara bersama-sama oleh SMK dengan
dunia kerja/usaha/industri yang menjadiinstitusi pasangannya. Pendidikan Sistem
Ganda (PSG) merupakan bentuk pendidikanyang didisain agar tamatan SMK
mendapatkan ketrampilan yang diakui oleh dunia kerja/usaha/industri dan
sekaligus berpartisipasi penuh dalam proses pendidikan menengah kejuruan.
Berikut ini adalah tujuan pelaksanaan
PSG :
1. Menghasilkan tenaga kerja yang profesional dengan tingkat
pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.
2. Memperkuat link and match antara sekolah dengan dunia kerja.
3. Meningkatkan efisiensi proses pendidikan dan pelatihan tenaga
kerja yangprofesional
4. Menghargai nilai pengalaman
kerja sebagai bagian dari proses pendidikan.
Pendidikan Sistem Ganda (PSG) merupakan
salah satu pemecahan masalah antara dunia pendidikan dengan pemakai tenaga
kerja. Dengan adanya tahap pendidikan yang dilalui oleh siswa dalam dunia
kerja/usaha/industri dengan cara bekerja nyata akan memberikan manfaat yang
jelas antara lain : Bagi siswa (peserta didik)· Dapat mengetahui bagaimana
situasi kerja yang sebenarnya nantinya. Dapat lebih memantapkan diri setelah
pengalaman tersebutBagi dunia usaha/dunia industri : Dapat memantau peserta PSG
yang nantinya dapat direkrut untuk bekerja Bila diatur dengan baik dan
dirancang sesuai kebutuhan tenaga kerja pada perusahaan, maka PSG dapat
merupakan pasokan tenaga kerja yang relatif biayatidak berat. Dengan penerapan
PSG di sekolah kejuruan akan mengubah budaya kerja yang selamaini tolerable dan
terkesan santai dihadapkan dengan budaya industri yang bertolak belakang.
1.
Model Pendidikan
Kewirausahaan Terintegrasi Dalam Seluruh Mata Pelajaran
Yang dimaksud dengan pendidikan kewirausahaan terintegrasi di
dalam proses pembelajaran adalah penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan
ke dalam pembelajaran sehingga hasilnya diperolehnya kesadaran akan pentingnya
nilai-nilai, terbentuknya karakter wirausaha dan pembiasaan nilai-nilai
kewirausahaan ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses
pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua
mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan
peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang
dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan
menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan dan menjadikannya perilaku. Langkah
ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam
pembelajaran di seluruh mata pelajaran yang ada di sekolah. Langkah
pengintegrasian ini bisa dilakukan pada saat menyampaikan materi, melalui
metode pembelajaran maupun melalui sistem penilaian.
Dalam pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan ada banyak nilai
yang dapat ditanamkan pada peserta didik. Apabila semua nilai-nilai
kewirausahaan tersebut harus ditanamkan dengan intensitas yang sama pada semua
mata pelajaran, maka penanaman nilai tersebut menjadi sangat berat. Oleh karena
itu penanaman nilai-nilai kewirausahaan dilakukan secara bertahap dengan cara
memilih sejumlah nilai pokok sebagai pangkal tolak bagi penanaman nilai-nilai
lainnya. Selanjutnya nilai-nilai pokok tersebut diintegrasikan pada semua mata
pelajaran. Dengan demikian setiap mata pelajaran memfokuskan pada penanaman
nilai-nilai pokok tertentu yang paling dekat dengan karakteristik mata
pelajaran yang bersangkutan. Nilai-nilai pokok kewirausahaan yang
diintegrasikan ke semua mata pelajaran pada langkah awal ada 6 nilai pokok
yaitu : mandiri, kreatif pengambil resiko, kepemimpinan, orientasi pada
tindakan dan kerja keras. Integrasi pendidikan kewirausahaan secara
terintegrasi di dalam mata pelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap
perencanaan ini silabus dan RPP dirancang agar muatan maupun kegiatan
pembelajarannya memfasilitasi untuk mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan.
Cara menyusun silabus yang terintegrsi nilai-nilai kewirausahaan dilakukan
dengan mengadaptasi silabus yang telah ada dengan menambahkan satu kolom dalam
silabus untuk mewadahi nilai-nilai kewirausahaan yang akan diintegrasikan. Edangkan
cara menyususn RPP yang terintegrasi dengan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan
dengan cara mengadaptasi RPP yang sudah ada dengan menambahkan pana materi,
langkah-langkah pembelajaran atau penilaian dengan nilai-nilai kewirausahaan.
Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan mengusahakan
agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai kewirausahaan sebagai
milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui
tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan
selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri.
Dengan prinsip ini peserta didik belajar
melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan
untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan yang
terkait dengan nilai-nilai kewirausahaan. Pengintegrasian nilai-nilai
kewirausahaan dalam silabus dan RPP dapat dilakukan melalui langkah-langkah
berikut:
a.
Mengkaji SK dan KD untuk
menentukan apakah nilai-nilai kewirausahaan sudah tercakup didalamnya.
b.
Mencantumkan nilai-nilai
kewirausahaan yang sudah tercantum di dalam SK dan KD kedalam silabus.
c.
Mengembangkan langkah
pembelajaran peserta didik
aktif yang memungkinkan peserta
didik memiliki kesempatan melakukan integrasi nilai dan menunjukkannya dalam
perilaku.
d.
Memasukkan langkah
pembelajaran aktif yang terintegrasi nilai-nilai kewirausahaan ke dalam RPP
2. Model Pendidikan Kewirausahaan Yang Terpadu Dalam Kegiatan
Ekstra Kurikuler
Kegiatan Ekstra Kurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata
pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik
sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang
secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang
berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah. Visi kegiatan ekstra
kurikuler adalah berkembangnya potensi, bakat dan minat secara optimal, serta
tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan peserta didik yang berguna untuk diri
sendiri, keluarga dan masyarakat. Misi ekstra kurikuler adalah (1) menyediakan
sejumlah kegiatan yang dapat dipilih oleh peserta didik sesuai dengan
kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka; (2) menyelenggarakan kegiatan yang
memberikan kesempatan peserta didik mengerpresikan diri secara bebas melalui
kegiatan mandiri atau kelompok. Beberapa kegiatan ekstra kurikuler yang bisa
diberi muatan pendidikan kewirausahaan antara lain :
a.
Olah raga,
b.
Seni Budaya,
c.
Kepramukaan,
d.
Pameran,
e.
Dsb
3. Model Pendidikan Kewirausahaan Melalui Pengembangan Diri
Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata
pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan
pengembangan diri merupakan upaya pembentukan karakter termasuk karakter
wirausaha dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan
pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial,
kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kulikuler. Di
samping itu, untuk satuan pendidikan kejuruan, kegiatan pengembangan diri,
khususnya pelayanan konseling ditujukan guna pengembangan kreativitas dan
karir. Untuk satuan pendidikan khusus, pelayanan konseling menekankan
peningkatan kecakapan hidup sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.
Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan
pengembangan kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari peserta
didik. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi,
bakat, minat, kondisi dan perkembangan peserta didik, dengan memperhatikan
kondisi sekolah/madrasah. Pengembangan diri secara khusus bertujuan menunjang
pendidikan peserta didik dalam mengembangkan: bakat, minat, kreativitas,
kompetensi, dan kebiasaan dalam kehidupan, kemampuan kehidupan keagamaan,
kemampuan sosial, kemampuan belajar, wawasan dan perencanaan karir, kemampuan
pemecahan masalah, dan kemandirian. Pengembangan diri meliputi kegiatan
terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan terprogram direncanakan secara khusus
dan diikuti oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya.
Kegiatan tidak terprogram dilaksanakan secara langsung oleh pendidik dan tenaga
kependidikan di sekolah/madrasah yang diikuti oleh semua peserta didik. Dalam
program pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan kewirausahaan
dapat dilakukan melalui pengintegrasian kedalam kegiatan sehari-hari sekolah
misalnya kegiatan ‘business day’ (bazar, karya peserta didik, dll). Dalam
program pengembngan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan kewirausahaan
dilakukan melalui pengintegrasian kedalam kegiatan sehari-hari sekolah yaitu
melalui hal-hal sebagai berikut:
a.
Kegiatan rutin Sekolah
Kegiatan rutin
merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan
konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah: upacara setiap hari senin,
upacara pada hari besar kenegaraan. Pada pelaksanaan kegiatan ini dapat
diintegrasikan nilai kewirausahaan (kepemimpinan), dengan cara secara memberi
tugas pada setiap kelas secara bergantian untuk menjadi panitian pelaksana.
Dengan cara ini peserta didik dapat belajar mengkoordinir temantemanya untuk
melaksanakan tugasnya sebagai panitia. Beribadah bersama/sembahyang bersama
setiap dluhur (bagi yang beragama Islam). Dengan kegiatan ini dapat juga
diintegrasikan nilai kewirausahaan kepemimpinan dengan cara melibatkan anak
menjadi imam dan memberi kultum 5-7 menit secar bergantian dengan disusun
jadwal.
b.
Kegiatan spontan
Kegiatan spontan yaitu
kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini
dilakukan biasanya pada saat guru dan tenaga kependidikan yang lain mengetahui
adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik yang harus dikoreksi pada
saat itu juga. Apabila guru mengetahui adanya perilaku dan sikap yang kurang
baik maka pada saat itu juga guru harus melakukan koreksi sehingga peserta
didik tidak akan melakukan tindakan yang tidak baik tersebut. Sebaliknya anak
yang berperilaku baik diberi pujian. Misalnya: Guru melihat anak mengkoreksi
perilaku teman yang tidak terpuji, maka anak tersebut diberi pujian (nilai
kepemimpinan)
c.
Teladan
Keteladanan adalah
perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam memberikan
contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan
bagi peserta didik untuk mencontohnya. Jika guru dan tenaga kependidikan yang
lain menghendaki agar peserta didik berperilaku dan bersikap sesuai dengan
nilai-nilai kewirausahaan maka guru dan tenaga kependidikan yang lain adalah
orang yang pertama dan utama memberikan contoh bagaimana berperilaku dan
bersikap sesuai dengan nilai-nilai terebut. Misalnya datang di kantor tepat
pada waktunya, bekerja keras, jujur.
d.
Pengkondisian
Untuk mendukung
keterlaksanaan pendidikan kewirausahaan maka sekolah harus dikondisikan sebagai
pendukung kegiatan tersebut. Sekolah harus mencerminkan kehidupan sekolah yang
mencerminkan nilai-nilai kewirausahaan bangsa yang diinginkan. Misalnya sekolah
memiliki business center, hasil kreativitas peserta didik di
pajang, setiap seminggu sekali atau sebulan sekali ada kegiatan ‘business
day’ (bazar, karya peserta didik, dll).
4.
Perubahan Pelaksanaan Pembelajaran
Kewirausahaan Dari Model konsep/Teori Ke Pembelajaran Praktik Berwirausaha
Dengan cara ini,
pembelajaran kewirausahaan diarahkan pada pencapaian tiga kompetansi yang
meliputi penanaman karakter wirausaha, pemahaman konsep dan skill, dengan bobot
yang lebih besar pada pencapaian kompetensi jiwa dan skill dibandingkan dengan
pemahaman konsep. Dalam struktur kurikulum SMA, pada mata pelajaran ekonomi ada
beberapa Kompetensi Dasar yang terkait langsung dengan pengembangan pendidikan
kewirausahaan. Mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang secara
langsung (eksplisit) mengenalkan nilai-nilai kewirausahaan, dan sampai taraf
tertentu menjadikan peserta didik peduli dan menginternalisasi nilai-nilai
tersebut. Salah satu contoh model pembelajaran kewirausahaan yang mampu
menumbuhkan karakter dan perilaku wirausaha dapat dilakukan dengan cara
mendirikan kantin kejujuran, dsb.
5.
Pengintegrasian Pendidikan
Kewirausahaan Ke Dalam Bahan/Buku Ajar
Bahan/buku ajar
merupakan komponen pembelajaran yang paling berpengaruh terhadap apa yang
sesungguhnya terjadi pada proses pembelajaran. Banyak guru yang mengajar dengan
semata-mata mengikuti urutan penyajian dan kegiatankegiatan pembelajaran (task)
yang telah dirancang oleh penulis buku ajar, tanpa melakukan adaptasi yang
berarti. Penginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan dapat dilakukan ke dalam
bahan ajar baik dalam pemaparan materi, tugas maupun evaluasi.
6.
Pengintegrasian Pendidikan
Kewirausahaan melalui Kutur Sekolah
Budaya/kultur sekolah
adalah suasana kehidupan sekolah dimana peserta didik berinteraksi dengan
sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi
dengan sesamanya, dan antar anggota kelompok masyarakat sekolah. Pengembangan
nilai-nilai dalam pendidikan kewirausahaan dalam budaya sekolah mencakup
kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, tenaga
administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan mengunakan fasilitas
sekolah, seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin, komitmen dan budaya
berwirausaha di lingkungan sekolah (seluruh warga sekolah melakukan aktivitas
berwirausaha di lngkungan sekolah).
7.
Pengintegrasian Pendidikan
Kewirausahaan melalui Muatan Lokal
Mata pelajaran ini
memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya yang
dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu mata pelajaran
muatan lokal harus memuat karakteristik budaya lokal, keterampilan, nilai-nilai
luhur budaya setempat dan mengangkat permasalahan sosial dan lingkungan yang
pada akhirnya mampu membekali peserta didik dengan keterampilan dasar (life
skill) sebagai bekal dalam kehidupan sehingga dapat menciptakan lapangan
pekerjaan. Contoh anak yang berada di lingkungan sekitar pantai, harus bisa
menangkap potensi lokal sebagai peluang untuk mengelola menjadi produk yang
memiliki nilai tambah, yang kemudian diharapkan anak mampu menjual dalam rangka
untuk memperoleh pendapatan.
a) Integrasi
pendidikan kewirausahaan di dalam mulok, hampir sama dengan integrasi
pendidikan kewirausahaan terintegrasi di dalam mata pelajaran dilaksanakan
mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua
mata pelajaran. Pada tahap perencanaan ini, RPP dirancang agar muatan maupun
kegiatan pembelajarannya MULOK memfasilitasi untuk mengintegrasikan nilai-nilai
kewirausahaan. Cara menyusun RPP MULOK
yang terintegrasi dengan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan cara
mengadaptasi RPP MULOK yang sudah ada dengan menambahkan pada materi,
langkah-langkah pembelajaran atau penilaian dengan nilai-nilai kewirausahaan.
Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan
mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai kewirausahaan
sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya
melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan
selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip
ini peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat.
Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam
melakukan kegiatan yang terkait dengan nilai-nilai kewirausahaan.
III.
PENUTUP
Pendidikan kewirausahan di setiap satuan pendidikan mulai dari
PAUD/TK, SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMK/SMALB, dan PNF, perlu segera
dilaksanakan mengingat pembelajaran yang selama ini dilakukan belum mampu
membentu karakter dan perilaku wirausaha. Suatu bangsa akan maju apabila jumlah
karakter dan perilaku wirausaha, karena
dengan memiliki karakter dan perilaku sebagi seorang yang mandiri, kreatif,
berorientasi pada tindakan. Disamping itu, pelaksanan pendidikan kewirausahaan
mulai dari PAUD, SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMK/SMALB, dan PNF,
merupakan suatu hal yang tidak bertentangan dengan:
1.
Butir-butir kebijakan
nasional dalam bidang pendidikan yang terdapat dalam dokumen RPJMN 2010 - 2014,
yang telah menetapkan sebanyak 6 substansi inti program aksi bidang pendidikan
sebagaimana yang disajikan dalam cuplikan dokumen Ilustrasi 1: Substansi Inti
Program Aksi Bidang Pendidikan RPJMN Tahun 2010 – 2014, Prioritas 2: Bidang Pendidikan menyatakan
bahwa peningkatan Akses pendidikan yang berkualitas, terjangkau,
relevan, dan efisien menuju terangkatnya kesejahteraan hidup rakyat,
kemandirian, keluhuran budi pekerti, dan karakter bangsa yang kuat. Dengan
demikian pembangunan bidang pendidikan diarahkan demi tercapainya pertumbuhan
ekonomi yang didukung keselarasan antara ketersediaan tenaga terdidik dengan
kemampuan: 1) menciptakan lapangan kerja atau kewirausahaan, 2) menjawab
tantangan kebutuhan tenaga kerja. Untuk itu, substansi inti program aksi bidang
kependidikan yang terkait dengan pendidikan kewirausahaan adalah penataan ulang
kurikulum sekolah yang dibagi menjadi kurikulum tingkat nasional, daerah, dan
sekolah sehingga dapat mendorong penciptaan hasil didik yang mampu menjawab
keutuhan SDM untuk mendukung pertumbuhan nasional dan daerah dengan memasukan
pendidikan kewirausahaan (diantaranya dengan mengembangkan model (link and
match).
2.
Undang-undang No.20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, menyatakan bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Pendidikan
Nasional Bandan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum. 2010. Pengembangan
Pendidikan kewirausahaan. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar