Film Dokumenter yang Harus di Ton-ton''
Bagaimana seseorang
menginterpretasikan film yang ditonton dalam kehidupannya, bagi beberapa orang
menonton film hanya bagian dari rutinitas yang berguna mencari hiburan semata,
bagi sebagian lainnya dari film kita dapat belajar berbagai hal.
Pendapat
orang mengenai sebuah film dapat bermacam-macam, ada yang mengomentari sesuai
dengan seleranya, ada yang mengomentari dari sisi teknis pembuatan filim, ada
yang mengulas tentang ide-ide yang diangkat dalam film tersebut.
Pendapat-pendapat semacam ini menunjukkan bagaimana sebuah film mempengaruhi
seseorang. Bahkan beberapa penikmat film genre tertentu memiliki kesamaan
dengan karakter dari film tersebut. Jika boleh ditilik penonton film
"Arisan" tentunya akan berbeda dengan penikmat film "Tali Pocong
Perawan".
Sebagian film
yang dibuat adalah film-film fiksi, terdapat satu jenis film yang masih kurang
dikenal oleh orang banyak, yaitu film dokumenter. Anggapan bahwa film
dokumenter banyak yang membosankan, pengambilan gambar yang masih jauh dari
standar hollywood. Film dokumenter sebagai salah satu jenis film memiliki ciri
khas yang dapat memikat penonton ke suatu ide-ide orisinil yang diangkat dalam
film tersebut.
Bagaimana
pula dengan penikmat film dokumenter? Sebagian besar penikmat film dokumenter
memiliki ketertarikan dengan ide-ide orisinil yang disampaikan oleh film
dokumenter, cenderung ke suatu media urban yang memikat dengan cara pengambilan
yang abstrak, tidak mainstream, bahkan beberapa statis. Akan tetapi sifat-sifat
film dokumenter inilah yang membuat para penikmatnya terhipnotis dan semakin
menikmati. Film dokumenter disampaikan apa adanya, bagi para penikmat film yang
sudah muak dengan sesuatu yang terlalu mainstream dokumenter merupakan pelarian
yang indah.
Ide-ide yang
orisinal inilah yang membawa film dokumenter memiliki satu segmen yang khusus
di dunia sinematography. Terkadang film dokumenter mengangkat ide-ide sosial
yang bisa mulai dari adat perkawinan hingga perubahan iklim yang mengubah
pandangan dunia. Melalui film dokumenter pesan-pesan yang ingin disampaikan
oleh sang pembuat film menjadi lebih efektif dan lebih lekat di pikiran
penonton.
Menanti Film Orangutan Sintang
Ala National Geographic dan Microsoft
Kompasianer menilai Aktual
Ilustrasi/Admin (Kompas Rony
Ariyanto Nugroho)
Mata dunia kembali melirik
Indonesia. Kali ini giliran Kalimantan Barat, tepatnya Kabupaten Sintang, yang
berhasil menarik minat dunia dengan pesona Orang utan (Pongo pygmaeus).
Tak kepalang tanggung, Orang utan dari Sintang tersebut akan difilmkan oleh
National Geographic yang didukung oleh Microsoft, setelah ajakan kesepakatan
kerjasama oleh organisasi non profit dunia, Orang utan Outreach. Berita ini
saya peroleh dari satu koran lokal di Kalimantan Barat, saat berteduh dari
hujan di satu warung kopi di Kota Bengkayang (satu kabupaten di Kalbar),
beberapa waktu lalu.
Jarak Kabupaten Sintang dari
ibukota provinsi sekitar 395 kilometer. Lokasi pengambilan film dokumenter
mengenai Orang utan tersebut dilakukan di sekitar rumah adat Dayak Sintang,
Betang (Long house) Ensaid Panjang, yang berjarak sekitar 50 kilometer
dari ibukota kabupaten. Kabarnya, lima orang anak dari beberapa negara di
dunia, akan dipilih untuk menetap bersama masyarakat suku Dayak Sintang selama
enam bulan, mulai Maret hingga September 2011. Lima anak tersebut akan melebur
bersama anak-anak suku Dayak Sintang, belajar budaya setempat dan mengenali
Orang utan di habitat alami yang ada di sana.
Betang Ensaid Panjang
terletak di Desa yang bernama sama dengan rumah panjang tersebut, di Kecamatan
Kelam Permai. Selain terdapat habitat alami Pongo pygmaeus, betang
Ensaid Panjang juga terkenal dengan kerajinan kain tenun ikat Dayak yang sangat
indah. Kain tenun ini dikerjakan secara manual dengan alat tenun yang masih
tradisional. Bahan pewarna yang digunakan untuk kain ini ada yang alami, dari
bahan pewarna tumbuh-tumbuhan di hutan sekitar Betang, dan pewarna
kimia/buatan. Mengunjungi Betang Ensaid Panjang dapat dilakukan dengan mudah.
Transportasi menggunakan kendaraan bermotor, dengan jalan darat yang beraspal.
Mata pencaharian utama
penduduk di Ensaid Panjang adalah bertani dan menyadap karet. Menenun merupakan
pekerjaan sampingan bagi perempuan Dayak setempat, yang biasanya dilakukan
setelah menyelesaikan pekerjaan utama. Mereka juga membuat kerajinan tas, topi,
tudung saji, tikar, berbahan rotan atau bambu.
Kealamian penduduk di Betang
Ensaid Panjang, memang sangat menarik untuk diketahui. Kehidupan sosial dalam
betang yang bisa menampung 100 orang, sangat rukun dan taat pada aturan adat
istiadat yang berlaku. Termasuk, aturan untuk menjaga kealamian hutan di
sekitar tempat tinggal mereka. Tak salah jika film dokumenter ala Microsoft dan
National Geographic tersebut masuk dalam daftar film yang harus kita nantikan.
Film ini rencananya akan diputar di bioskop dan masuk dalam 10 program National
Geographic di televisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar